• News

Pengamat: Rencana Reaktivasi Jalur Rel di Jawa Barat Tak Berjalan Maksimal

Aliyudin Sofyan | Kamis, 24/04/2025 03:07 WIB
Pengamat: Rencana Reaktivasi Jalur Rel di Jawa Barat Tak Berjalan Maksimal Ilustrasi perbaikan rel kereta api yang longsor terkena air banjir di Jawa Tengah. Foto: antara

JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Dede Mulyadi berencana akan mengaktifkan seluruh jaringan kereta api di Provinsi Jawa Barat.

“Hal yang sama juga pernah diusulkan Gubernur Jawa Barat sebelumnya Ridwan Kamil. Karena tidak ada dukungan anggaran yang cukup, hanya satu lintas yang dibangun, yaitu Cibatu – Garut sepanjang 19,3 km dengan pembiayaan dari PT Kereta Api Indonesia,” kata pengamat transportasi Unika Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/4/2025).

Data dari Direktorat jenderal perkeretaapian (2010) ada 14 jalur KA non aktif yang berada di Provinsi Jawa Barat, yaitu Banjar – Cijulang (83 kilometer), Cikudapateh – Ciwidey (27 kilometer), Dayeuhkolot – Majalaya (18 kilometer), Rancaekek – Jatinangor – Tanjungsari (12 kilometer), Cirebon – Jamblang – Jatiwangi – Kadipaten (67 kilometer), Mundu - Ciledug – Losari (40 kilometer), Cibatu – Garut – Cikajang (47 kilometer), Jatibarang - Indramayu (19 kilometer), Cikampek – Cilamaya (28 kilometer), Cikampek – Wadas (16 kilometer), Kerawang - Lamaran – Rengasdengklok (21 kilometer), Lamaran – Wadas (15 kilometer), Mundu – Ciledug – Losari (40 kilometer), Tasiksmalaya – Singaparna (17 kilometer). Jalur Cibatu – Garut sudah direaktivasi dan dioperasikan tahun 2022.

Menurut Djoko, mengaktifkan kembali jalur rel di Jawa Barat, bukan sekedar semangat, namun perlu tekad yang kuat dan anggaran yang cukup.

“Oleh sebab itu, perlu dukungan anggaran yang pasti. Jika menggunakan APBD, pasti tidak mencukupi. Provinsi Jawa Barat masih perlu membangun jaringan jalan di daerahnya yang perlu segera dituntaskan,” katanya.

Djoko juga mengatakan, tidak bisa mengandalkan swasta untuk membangun jalan rel. Selain investasi mahal, juga pemerintah harus memberikan dukungan operasional nantinya. Tanpa adanya dukungan operasional, pihak swasta tidak tertarik. Lain halnya, membangun jaringan jalan tol (itu pun didukung regulasi setiap dua tahun tarif akan naik), hanya cukup bangun prasarana, nanti sarana akan otomatis menggunakannya.

“Lain halnya dengan moda KA, selain membangun prasarana juga harus menyiapkan sarananya juga,” ujar Djoko.

Djoko melihat, masih banyak kebutuhan anggaran untuk membangun infrastruktur jalan di Jawa Barat. Masih ditemui sejumlah ruas jalan ke pelosok Jawa Barat tidak dapat diakses kendaraan, lantaran kondisi jalan masih berupa tanah dan ketika musim hujan sulit dilewati kendaraan.

Sementara Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan, anggaran dipangkas melebihi 50 persen. “Apakah mungkin bisa dilakukan reaktivasi jalan rel di Jawa Barat di tengah efisiensi anggaran Kementerian Perhubungan dan minimnya APBD Provinsi Jawa Barat?” tanya Djoko.

Membangun jaringan rel yang sudah lama tidak dioperasikan, tidak hanya menggarkan untuk pekerjaan fisik semata. Sejumlah lintas dan stasiun sudah ditempati menjadi permukiman warga setempat. Misalnya, melibatkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk pengadaan permukiman baru bagi warga yuang terkena dampak reaktivasi itu. Permukiman sebaiknya tidak jauh dengan tempat tinggal sekarang. Kalaupun jauh, masih disediakan akses layanan angkutan umum. Agar warga yang menghuni mudah mobilitas ke pusat ekonomi (pasar).

“Semoga reaktivasi jalan rel di Jawa Barat terwujud, tidak sekedar omon-omon belaka,” pungkasnya.