JAKARTA - Dalam sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa, nama Sunan Ampel menempati posisi yang sangat penting.
Beliau dikenal sebagai salah satu anggota paling awal dari Wali Songo, sembilan wali penyebar Islam di Nusantara, sekaligus tokoh utama dalam membentuk fondasi keislaman di wilayah Jawa Timur.
Kiprah dakwahnya tidak hanya mencetak banyak ulama besar, tetapi juga membentuk karakter masyarakat Muslim di pesisir utara Jawa.
Sunan Ampel lahir sekitar tahun 1401 Masehi. Dalam berbagai literatur sejarah dan hikayat Jawa, nama aslinya disebut sebagai Raden Rahmat, putra dari Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan putri Raja Campa.
Karena itulah, darah bangsawan dan ulama mengalir kuat dalam dirinya. Sejak usia muda, Raden Rahmat dikenal sebagai sosok yang cerdas, taat beragama, dan memiliki pandangan jauh ke depan dalam menyebarkan ajaran Islam secara damai dan kultural.
Salah satu momentum penting dalam perjalanan hidupnya adalah ketika ia datang ke Majapahit sekitar tahun 1440-an. Kedatangannya diterima baik oleh pihak kerajaan, karena Raden Rahmat masih memiliki hubungan darah dengan keluarga bangsawan Majapahit melalui ibunya.
Dengan pendekatan budaya dan etika luhur, ia mulai melakukan dakwah secara perlahan-lahan, terutama di wilayah Ampel Denta, kawasan yang kini dikenal sebagai Surabaya.
Di Ampel Denta inilah Sunan Ampel mendirikan pusat pendidikan Islam yang kelak dikenal sebagai Pondok Pesantren Ampel. Pesantren ini menjadi cikal bakal lahirnya para dai dan ulama penyebar Islam ke berbagai penjuru Nusantara, termasuk murid-murid utamanya seperti Sunan Bonang (putranya sendiri), Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga.
Strategi dakwah yang digunakan oleh Sunan Ampel adalah pendekatan kultural, yaitu menyelaraskan nilai-nilai Islam dengan tradisi lokal, bukan dengan pemaksaan.
Sunan Ampel juga dikenal sebagai pencetus istilah “Moh Limo”, yaitu ajaran moral yang melarang lima hal: moh main (judi), moh ngombe (mabuk), moh maling (mencuri), moh madat (menggunakan narkoba), dan moh madon (zina).
Ajaran ini sangat membumi dan menjadi bentuk dakwah etis yang menyasar pada perbaikan akhlak masyarakat. Konsep ini digunakan untuk menarik simpati masyarakat Jawa yang saat itu masih dalam transisi keislaman dari budaya Hindu-Buddha.
Keterlibatan Sunan Ampel dalam pembentukan identitas Islam di Jawa juga terlihat dari perannya dalam pengangkatan Raden Patah sebagai Sultan Demak, kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.
Ia menjadi penasihat spiritual yang mendampingi proses transisi dari kekuasaan Majapahit yang mulai melemah ke era Kesultanan Demak yang lebih Islami. Dengan pendekatan damai dan diplomasi, Sunan Ampel memainkan peran besar tanpa menciptakan konflik terbuka.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 Masehi, dan dimakamkan di kawasan Masjid Agung Sunan Ampel, Surabaya, yang kini menjadi salah satu situs ziarah paling penting di Indonesia.