• News

Pengamat: Putusan MK Kado Tahun Baru Atau Pembuka Jalan Kelompok Tertentu?

Aliyudin Sofyan | Sabtu, 04/01/2025 08:27 WIB
Pengamat: Putusan MK Kado Tahun Baru Atau Pembuka Jalan Kelompok Tertentu? Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel Saragih. Foto: dok. katakini

JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel Saragih menyampaikan bahwa meskipun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan semua partai politik (parpol) peserta pemilu bisa mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) itu menarik, tetapi dia tetap mempertanyakan apakah itu kado indah awal tahun atau hanya untuk membuka jalan bagi kelompok tertentu.

“Berdasarkan yang saya pahami beberapa tokoh sudah pernah mengajukan ambang batas 0% berkali kali tapi tidak disetujui atau ditolak, tetapi hari ini diputuskan menghapus ambang batas tersebut. Kalau secara kasat mata, ini sebuah kemenangan demokrasi,” katanya di Jakarta, Sabtu (4/1/2025).

Dasar pertanyaan yang diajukan Frans cukup beralasan karena majelis hakim MK tahun yang lalu dengan hakim yang saat ini tidak jauh berbeda.

“Kenapa tiba tiba menghapus ambang batas tersebut, padahal beberapa tokoh dan ahli hukum beberapa waktu lalu juga mengajukan permohonan penghapusan ambang batas tapi tidak disetujui?” ujarnya.

“Saya juga tidak paham yang mengajukan permohonan ini mengajukan permohonan dengan argumentasi seperti apa sehingga majelis hakim mengabulkan permohonan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, kata Frans, putusan hakim MK ini masih menarik untuk terus diikuti. “Maka saya bersikap menunggu bagaimana realisasinya nanti di UU Pemilu yang akan direvisi oleh karena Putusan MK ini,” katanya.

“Saya merasa kita perlu berbaik sangka, dan melihat perkembangan berikutnya,  ini merupakan awal tahun yang menarik bagi dunia politik kita,” tutup Frans.

Dunia politik dan hukum Indonesia tersentak di awal tahun 2025. Kamis, 2 Januari 2025 MK membuat keputusan baru yang menetapkan bahwa semua partai politik peserta pemilu diperbolehkan capres dan cawapres sendiri, tanpa harus memusingkan Presidential Threshold sebesar 20%, atau dengan kata lain menghapus ambang batas untuk pencalonan.