• News

Tentara Israel Akui Menyesal dan Terpaksa Perangi Palestina Karena Perintah Netanyahu

Ariyan Rastya | Senin, 05/02/2024 21:15 WIB
Tentara Israel Akui Menyesal dan Terpaksa Perangi Palestina Karena Perintah Netanyahu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (FOTO: AFP)

JAKARTA - Seorang Tentara Zionis Israel Amos Shani Atzmon mengaku menyesal dan terpaksa harus memerangi warga Palestina di Gaza. Hal itu disebabkan kebijakan Kabinet Perang Benjamin Netanyahu.

Serdadu Zionis itu bahkan secara blak-blakan mendukung kemerdekaan untuk Palestina sebagai negara berdaulat. Atzmon secara pribadi bahkan tidak menyalahkan kebencian orang-orang Palestina di Gaza saat ini.

"Mereka punya alasan yang sangat bagus. Ketika anda menyaksikan kota-kota sendiri meledak dan dibombardir...Saya punya satu sahabat (orang Palestina) terbunuh di Gaza dan saya memikirkan tentang orang-orang yang seluruh anggota keluarganya meninggal dunia karena dibom," ujar Atzmon kepada CNN, Senin (5/2).

Ia yang terdaftar sebagai tentara cadangan Israel bercerita langsung mendapat panggilan tugas hanya beberapa jam setelah serangan Hamas ke wilayah pendudukan Israel 7 Oktober.

Saat itu Israel langsung melancarkan serangan besar-besaran setelah Hamas melakukan serangan yang disebut menewaskan 1.200 orang Israel. Aksi balasan tersebut menewaskan 27 ribu orang Palestina di Gaza.

Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 400 ribu warga Palestina dalam risiko kelaparan parah akibat agresi militer Israel di Gaza.

Pihak Israel sendiri mengklaim telah membunuh sekitar 10 ribu milisi Hamas. Klaim tersebut belum bisa diverifikasi CNN secara independen.

Hamas sendiri menyebut sekitar 70 persen yang menjadi korban tewas adalah anak-anak dan perempuan karena serangan Israel yang membabi buta.

Sementara itu, Atzmon merasa perang yang ia lakukan bersama pasukan Israel bertolak belakang dengan nuraninya. Namun, ia tak bisa menolak karena undang-undang wajib militer Israel yang mengharuskan warganya berperang dalam situasi darurat militer.

Ia yang mengaku sebagai `sayap kiri` di unitnya, secara pribadi menginginkan Palestina merdeka sebagai negara berdaulat sesuai solusi dua negara (two states solution). Ia amat berharap pemerintah Israel mau berkompromi mewujudkan solusi dua negara untuk kemerdekaan Palestina seperti yang digaungkan sekutu mereka yaitu Amerika Serikat dan Inggris.

Pemuda 26 tahun itu merupakan satu dari sejumlah tentara di pasukan Israel yang mempunyai pemikiran `sayap kiri`.

Atzmon bercerita ia bahkan pernah ikut aksi unjuk rasa pada 2022 memprotes rencana reformasi pengadilan Israel oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Netanyahu sendiri dikenal sebagai tokoh `sayap kanan` di Israel yang sangat menolak kemerdekaan Palestina. Ia bahkan mendiamkan warga pendudukan Israel yang menyerobot dan menggusur tanah-tanah warga Palestina di Tepi Barat.

Atzmon pun melihat kelakuan orang-orang Israel sayap kanan ini yang menolak Palestina merdeka dan menggusur wilayah di Tepi Barat dan Gaza semakin memperkeruh konflik.

"Orang-orang Palestina tidak akan berhenti melawan kami sampai mereka mendapatkan kemerdekaan sendiri. Saya pikir tujuan akhirnya demikian (kemerdekaan Palestina)," tutur Atzmon.

Atzmon mengaku tersiksa karena pemikirannya berbenturan dengan kenyataan menjadi tentara Israel, berperang atas nama pemerintah yang sebenarnya tidak ia dukung.

Di satu sisi, ia tidak bisa mengelak ketika pemerintah mewajibkannya menjadi tentara cadangan yang diatur dalam UU wajib militer.

"Saya sangat sedih atas kematian orang-orang di Gaza, anak-anak hingga orang tua. Sebagai orang normal (berumur) 26 seperti saya, kami tidak mau mati. Tapi saya berhak membela diri dan keluarga, teman-teman, dan orang yang saya cintai. Saya bukannya ingin mengatakan bahwa situasi ini tidak pelik. Tapi saya 100 persen yakin saya berada di jalur sejarah yang benar dan mencoba membela orang-orang kami," tutur Atzmon.

Ia pun amat menginginkan Netanyahu segera lengser dari posisinya sebagai PM. Semakin cepat ia mundur, Atzmon yakin akan semakin baik situasinya di Israel dan Palestina.

"Seharusnya dia sudah mundur pada 7 Oktober. Saya berharap bangun dari tidur dengan menyaksikannya di televisi kemudian ia (Netanyahu) mengatakan `saya telah gagal dan minta maaf. Saya mundur.` Namun itu sama sekali tidak terjadi," ungkapnya.

 

 

FOLLOW US