• Oase

Raja Yaman Keturunan Himyar Terakhir, Saif Bin Dzi Yazan

Rizki Ramadhani | Senin, 22/05/2023 07:01 WIB
Raja Yaman Keturunan Himyar Terakhir, Saif Bin Dzi Yazan Ilustrasi perang (foto:inilahkoran)

Jakarta - Pepatah mengatakan, hidup bagaikan roda, ada kalanya di atas dan sebaliknya akan ada waktunya berada di bawah. Namun apapun kondisinya, semuanya harus dijalani dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala dan tidak pernah menyerah.

Saif Bin Dzi Yazan adalah salah seorang raja Yaman keturunan Himyar yang terakhir. Nasabnya bersambung hingga Himyar bin Saba`.

Dikisahkan, Yaman berada di bawah pendudukan Habasyah (Etiopia) sejak raja Zi Nuwas dikalahkan. Awalnya dibawah Ariyat, kemudian digantikan Abrahah. Namun Abrahah bertindak sewenang-wenang, bahkan menculik Qomariah (ada pula yang menyebutnya Raihana) dari suaminya yang bernama Dzi Yazan, yang merupakan bangsawan keturunan Himyar.

Setelah itu, Qomariah, ibu dari Saif bin Dzi Yazan, dipaksa menikah dengan Abrahah. Dari pernikahan tersebut, maka lahirlah Masruq. Maka, Masruq bin Abrahah merupakan saudara seibu dengan Saif bin Dzi Yazan.

Setelah Abrahah meninggal, anak-anak Abrahah, yaitu Yaksum bin Abrahah menguasai Yaman selama dua tahun, kemudian berlanjut kepada Masruq bin Abrahah. Mereka bertindak sewenang-wenang pula. Saif bin Dzi Yazan yang sudah dewasa pun bertekad membebaskan Yaman dan merebut kembali tampuk kekuasaan dari keturunan Habasyah.

Saif Bin Dzi Yazan pergi menemui Kaisar Romawi di Antakiah. Saif Bin Dzi Yazan mengadukan hal itu kepada kaisar Yustinianus. Tetapi karena kekaisaran Romawi dan kerajaan Habasyah sama-sama beragama Nasrani, diperkuat dengan adanya perjanjian persekutuan antara sang kaisar dengan Najasyi, maka permintaan tersebut diabaikan.

Selanjutnya, Saif Bin Dzi Yazan pergi ke Hira untuk meminta pertolongan Sassania, Persia. Beliau mendatangi Amru bin Hindun, Gubernur yang diangkat oleh Kisra untuk daerah Hira dan sekitarnya di Irak. Di sinilah Saif bin Dzi Yazan bertemu Nu‘man bin al-Mundzir, seorang bangsawan yang masih keturunan Himyar.

Meringkas kisah, Nu‘man bin al-Mundzir mengiringi Saif bin Dzi Yazan pergi ke Persia dan menghadap Kisra Parvez (atau Kisra Anusyirwan).

Kisra menanyakan maksud kedatangannya itu. Saif pun menyampaikan tujuannya hendak meminta bantuan dari Kisra. Dia juga menceritakan tentang kekejaman Habasyah di San’a dan wilayah Yaman lainnya, termasuk di jazirah Arabia Selatan secara umum.

Pada mulanya Kisra Parvez hanya mau memberikan sejumlah harta berharga dan uang sebagai hadiah. Saif bin Dzi Yazan pun mengabaikan pemberian tersebut dengan membagikannya kepada fakir miskin yang ditemuinya di wilayah Persia.

Setelah menyadari tekad kuat Saif dan menimbang kedekatan hubungan Kisra dengan mendiang ayahnya dahulu, akhirnya Kisra pun setuju. Penguasa Persia yang beragama Majusi itu menugaskan Wahruz (Syahrvaraz), bangsawan Persia yang cerdas dan pemberani. Wahruz memimpin 800 tentara yang berasal dari tahanan yang dikeluarkan dari penjara.

Mereka pun berlayar di atas delapan kapal. Setiap kapal ditumpangi 100 tentara. Namun dua kapal karam, sehingga tersisa 600 pasukan saat tiba di pesisir pantai Yaman. Suku-suku Arab di Yaman yang juga membenci kezaliman Habasyah segera bergabung dengan Saif bin Dzi Yazan. Mereka bertekad membebaskan Yaman.

Pertempuran tidak dapat dielakan. Pasukan Habasyah dipimpin oleh Masruq bin Abrahah dapat dikalahkan oleh Saif bin Dzi Yazan dan para pendukungnya. Pendudukan Habasyah di Yaman dan jazirah Arabia Selatan berakhir pada tahun 570 M setelah 72 tahun berkuasa. Dimulai dari Ariat, Abrahah al-Asram, Yaksum bin Abrahah, terakhir oleh Masruq bin Abrahah.

Sejarah pun mengukir, selanjutnya Saif bin Dzi Yazan dinobatkan sebagai raja di Yaman. Orang-orang Arab senang dengan hal ini. Mereka memberi ucapan selamat dan dukungan padanya.

Semoga kisah ini dapat memperkaya khazanah keilmuwan kita. (Kontributor : Dicky Dewata)