• Kabar Pertanian

Akhiri Polemik Perberasan, Pengamat : Data BPS Harus Jadi Rujukan

Asrul | Selasa, 27/12/2022 16:53 WIB
Akhiri Polemik Perberasan, Pengamat : Data BPS Harus Jadi Rujukan Pekerja menata karung berisi beras di Gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta, Kamis (18/3/2021). (Foto: Antara)

Jakarta - Pengamat Kebijakan Pangan, Razikin Juraid menyayangkan pernyataan pihak tertentu yang tidak percaya dengan data produksi padi yang digunakan Kementerian Pertanian bersumber dari BPS.

Perlu diketahui, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasasn baru-baru ini mengaku tidak percaya dengan data yang dipaparkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait data produksi beras dalam negeri surplus 7 juta ton, padahal data tersebut merujuk pada data yang rilis BPS.

“Ketidakpercayaan terhadap data produksi padi yang dirilis BPS harus segera dihentikan. Untuk akhiri ini, antar instansi pemerintah yaitu kementerian sudah mendesak untuk lakukan harmonisasi data pangan," demikian dikatakan Razikin di Jakarta, Selasa (27/12).

"Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data Pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antara instansi. Jangan sampai menyalahkan data BPS, ada maksud untuk dorong impor. Tidak ada instansi diluar BPS yang berwenang merilis data apapun termasuk data produksi pertanian,” sambungnya.

Mantan Juru Bicara Milenial Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma`ruf Amin ini menyebutkan BPS telah mengeluarkan data produksi beras setiap tahunnya, dimana di tahun 2020 terdapat surplus beras 2,13 juta ton, tahun 2021 surplus 1,31 juta ton dan 2022 surplus 1,74 juta ton.

Artinya, setiap tahun kinerja sektor pertanian Indonesia mampu menghasilkan surplus beras dan fakta lapangan beras selalu tersedia dan aman-aman saja karena tidak pernah ada gejolak harga dan kelangkaan di masyarakat, apalagi di tengah dampak covid 19.

“Saran saya, dalam membaca data itu harus cermat. Dimana tidak boleh mencampur-adukan pengertian surplus dengan stok, itu berbeda. Surplus itu selisih antara produksi dengan konsumsi, sedangkan stok adalah jumlah barang yang ada di pelaku usaha, di suatu tempat dan di suatu waktu,” terangnya.

“Untuk stok beras, pakai data survei stok beras nasional BPS. Di bulan April 2022 itu terdapat stok beras 10,15 juta ton dan posisi sekarang stok dikisaran 8 sampai 9 juta ton lah. Jadi stok yang dikatakan tipis itu adalah stok di Bulog, sedangkan stok di luar Bulog yakni di masyarakat, rumahtangga, horeka, pedagang dan penggilingan ya banyak. Itu beras Bulog tipis karena saat panen raya sedikit serap beras petani, kinerja serapan Bulog menurun terus sejak 5 tahun terakhir,” pinta Razikin.

Lebih jauh Razikin mendorong Menteri Perdagangan untuk menyoal kinerja serapan beras Bulog yang dalam 5 tahun terakhir ini menurun yaitu tahun 2018 sebesar 1,48 juta ton, 2020 turun menjadi 1,25 juta ton, 2021 turun menjadi 1,22 juta ton dan per tanggal 5 Desember 2022, Bulog hanya mampu menyerap beras 954.463 ton.

Kementerian Perdagangan diperlukan untuk ikut berpartisipasi dalam penyerapan beras dalam negeri, utamanya ketika masa panen raya sehingga tidak menjadikan impor sebagai solusi memenuhi stok beras di gudang Bulog.

“Ingat, UU No 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa dilarang impor pangan sepanjang produksi pangan masih bisa disiapkan dalam negeri. Saya usulkan impor pangan harus mempertimbangkan produksi dalam negeri, dari petani sendiri. Fakta di lapangan kan, produksi beras kita mencukupi, tersebar di masyarakat, penggilingan dan lainnya,” tegasnya.

Keywords :


Pangan BPS
.
Produksi Padi Bulog
.