• Kabar Pertanian

Kementan Kembangkan Low Cost Precision Farming

Agus Mughni Muttaqin | Jum'at, 25/11/2022 13:02 WIB
Kementan Kembangkan Low Cost Precision Farming Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo dan Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi menerapkan Smart Farming-Low Cost di halaman taman Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan. (Foto: Kementan)

JAKARTA - Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian, Kementerian Petanian (Kementan) melalui Balai Pelatihan Pertanian Lampung dan menerapkan Smart Farming-Low Cost di halaman taman Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang meluncurkan secara mendorong agar penerapan program smart farming di Indonesia terus dilakukan.

Menurutnya, smart farming adalah solusi pasti bagi peningkatan nilai tambah produk pertanian sekaligus meningkatkan efisiensi, sehingga perbaikan ekonomi dan peningkatan produksi bisa diwujudkan.

"Hari Jumat yang akan datang tolong pertemukan semua staf andalan kita untuk mencoba mencari pada sektor masing-masing yang mana akan diaplikasikan program smart farming," ujar Mentan, Jumat (25/11).

Menurut SYL, percepatan menuju pertanian modern dapat diwujudkan secara cepat apabila program tersebut dapat dikembangkan secara baik. Yang pasti, kata dia, efisiensi tenaga, waktu dan biaya produksi harus bisa diturunkan hingga 30 persen.

"Dengan efisiensi, marginnya bisa kita naikan. Saya kira semua bisa kita wujudkan dengan kebersamaan. Dan ingat pertanian itu memberi keuntungan dan memberi kebaikan," katanya.

Sementara itu, Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengungkapkan saat ini adalah eranya generasi milenial dalam mengambil peran dan kesempatan.

Menurutnya, kemajuan pertanian harus didukung petani milenial karena milenial memiliki semangat berinovasi yang tinggi untuk melakukan cara-cara yang baru terhadap penanganan pertanian yang maju, mandiri, dan modern.

"Di era 4.0 ini ada lima hal yang harus di pegang oleh petani milenial, yaitu rencana, antusias, ilmu, pengetahuan, keterampilan dan aksi nyata. Jika itu semua ada di genggaman kalian impian mu pasti akan terwujud," kata Dedi.

"Sudahlah, hilangkan pardigma kalau petani itu miskin. Mulai untuk mengelola dengan serius dari budidaya, hilirisasi produk, hingga pengembangan pasarnya, pasti akan lebih mengembangkan ekonomi, jangan hanya budidayanya saja," sambungnya.

Salah satu upaya dalam pemanfaatan teknologi saat ini yaitu dengan memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) untuk membantu proses pemantauan dan pengontrolan peralatan dari jarak jauh.

Untuk menerapkan pertanian modern, BPPSDMP bersama Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Lampung mengembangkan Smart Farming - Low Cost yaitu sebuah konsep manajemen pertanian yang menggunakan teknologi modern untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertanian.

Smart irrigation ini diciptakan dan dikembangkan oleh Kepala Balai Pelatihan Pertanian Lampung Dr Abdul Roni Angkat. Ini menggunakan pemindaian tanah, lingkungan, manajemen data, serta teknologi IoT dengan biaya yang relatif murah, selain itu sistem yang dikembangkan dapat memonitor besaran tegangan, arus, dan besaran daya listrik.

Adapun komponen yang termuat di dalam sistem terdiri dari mikrokontroler, power supply, converter DC, modul relay, sensor kelembapan tanah, dan sensor suhu.

IoT adalah kombinasi dari data di seluruh dunia, hal yang terkait dengan web, dan merupakan komponen integral dari internet di masa depan. Dalam proses otomatisasi, IoT mengumpulkan data menggunakan sensor dan memproses data menggunakan pengontrol serta menyelesaikan proses otomatisasi dengan menggunakan aktuator yang kemudian data yang didapat bisa dikirimkan ke internet pada sebuah database.

Penerapan IoT dimaksudkan untuk proses otomatisasi dengan tujuan mengurangi interaksi manusia dengan perangkat. Belakangan ini penerapan IoT banyak dimanfaatkan pada bidang pertanian dan perkebunan.

Tujuan diterapkan IoT dalam bidang pertanian agar dapat mengotomatisasi semua aspek pertanian dan metode pertanian untuk membuat proses lebih efisien dan efektif. Pada bidang pertanian dan perkebunan, permasalahan tumbuh kembang tumbuhan merupakan permasalahan yang penting karena sangat bergantung pada faktor abiotik (fisik) dan biotik (biologis).

Faktor abiotik atau disebut faktor lingkungan fisik sangat mempengaruhi dan seringkali sulit terpantau. Sedangkan faktor biotik merupakan gangguan dari hewan, serangga, dan penyakit.

Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi tumbuh kembang tumbuhan antara lain suhu (udara dan tanah), pencahayaan (kualitas, intensitas dan durasi), kadar air (tidak terlalu basah maupun kering tergantung tanamannya), angin (kadar CO2), media tanam dan pupuk.

Agar tumbuh kembang tanaman dapat baik, maka perlu dipantau secara terus menerus faktor abiotik maupun biotik pada lingkungan tempat tumbuhnya tanaman. Apabila tanaman skala kecil seperti di rumah mungkin tidak begitu merugikan apabila tidak terpantau, namun skala besar seperti pertanian atau perkebunan yang luas tentu faktor-faktor ini sangat mempengaruhi keuntungan yang didapat.

Pertanian 4.0 yang menuntut pengembangan teknologi mekanisasi pertanian tentu juga akan memiliki dampak dan tantangan tersendiri. Salah satu dampak yang sudah terlihat jelas adalah dengan meningkatnya penerapan teknologi pada sistem pertanian modern, maka akan mengurangi tenaga kerja yang dibutuhkan.

Walaupun nilai produksinya akan semakin meningkat, tetapi jumlah petani atau tenaga kerja yang dibutuhkan akan jauh lebih sedikit karena sudah tergantikan oleh mesin atau teknologi.

Selain akan berkurangnya kebutuhan tenaga kerja, tantangan yang harus dihadapi sektor pertanian saat ini bukan hanya pemanfaatan lahan atau sumber daya alam lainnya, tetapi harus lebih kepada digitalisasi dalam meningkatkan efektivitas proses. Dengan adanya Smart farming yang memanfaatkan IoT dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi dalam industri agrikultur.

FOLLOW US