JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan mengucapkan selamat atas kembali terpilihnya Nicke Widyawati sebagai Direktur Utama Pertamina. Penunjukkan Nicke ini diharapkan mampu menjaga ketahanan energi di tengah gejolak geostrategis global dan perubahan iklim.
Tantangan dinamika energi akan semakin besar, apalagi pada era pasca pandemi ketika aktivitas perekonomian global akan mulai pulih, tren pertumbuhan diprediksi meningkat, maka kebutuhan energi akan semakin tinggi. Inilah sederet tantangan yang harus dijawab oleh pemangku kebijakan sektor energi nasional, termasuk dan yang terpenting adalah Pertamina.
“Saya mengucapkan selamat sekaligus berharap penunjukan Nicke Widyawati sebagai Dirut Pertamina pada periode yang kedua ini mampu mempertahankan dan melanjutkan transformasi sektor energi, termasuk menjamin pasokan dan stabilitas energi. Tantangan sektor energi akan semakin besar, setiap negara akan terus berkompetisi untuk memenuhi kebutuhan energi domestiknya. Hal-hal baik perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan, sementara berbagai hambatan dan kendala diurai dan diperbaiki,” ujar Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini.
Politisi Senior Partai Demokrat ini menyoroti posisi Indonesia sebagai net importir minyak bumi. Meskipun Indonesia juga salah satu negara produsen minyak bumi, namun kebutuhan domestiknya masih jauh lebih tinggi kebutuhan ketimbang pasokan produksi.
Defisit minyak inilah yang menekan neraca perdagangan, sehingga pasokan dan harga minyak di dalam negeri sangat bergantung pada tren dan dinamika energi di pasar global. Pertamina memiliki pekerjaan utama untuk memastikan ketahanan energi terjaga, terutama menjamin kebutuhan energi pada rakyat kecil.
World Energy Council (2021) melaporkan ketahanan energi Indonesia menempati peringkat ke-58 dari 127 negara. Peringkat ini didasarkan pada 4 indikator, yakni ketersediaan sumber energi, kemudahan akses, keterjangkauan harga dan pasokan, dan penggunaan energi ramah lingkungan. Secara komparatif, ketahanan energi nasional masih rentan, kita kalah dibandingkan Malaysia, Singapura, dan Thailand. Hal paling sederhana terlihat dari beban harga bagi pendapatan masyarakat.
Untuk beberapa jenis bbm tertentu, harga bbm dalam negeri memang masih lebih murah. Namun perbandingan yang sepadan tentulah harus diukur dari pendapatan per kapita masyarakat. Jika menggunakan acuan World Bank dan Globalpetrolprices (2022), untuk bbm Ron 95, misalnya, harga di Indonesia per Agustus 2022 adalah Rp 17.320/liter, bandingkan dengan harga di Hongkong (Rp 44.097/liter), atau Singapura (Rp 29.015/liter). Namun jika diukur dari pendapatan per kapita/bulan, Indonesia adalah Rp 5,1 juta/bulan, Hongkong Rp 13,6 juta/ bulan, dan Singapura Rp 86,8 juta/ bulan.
Artinya, jika dihitung, sesungguhnya rasio harga bbm Ron 95 terhadap pendapatan per kapita/bulan adalah Indonesia (0,34), Hongkong (0,07), dan Singapura (0,03). Belum lagi kita bandingkan dengan Malaysia yang harga bbm Ron 95 masih lebih murah (Rp 6.793/liter), dengan pendapatan masyarakat Rp 13,6 juta/bulan, maka rasionya sebesar 0,05. Dengan demikian, tantangan ketahanan energi kita masih menjadi pekerjaan rumah yang besar, berat, dan kompleks.
“Pertamina adalah perusahaan negara yang menjadi garda terdepan ketahanan energi nasional. Kita berharap Pertamina akan terus melanjutkan transformasi energi, menjamin kebutuhan dan akses energi, terurama bagi rakyat kecil, serta mengambil langkah antisipatif dan mitigatif menghadapi kompetisi energi global yang semakin kompleks. Penunjukan kembali Nicke sebagai Dirut Pertamina tentulah bersandar dari prestasi dan kemampuan manajerial dalam menjaga stabilitas energi nasional dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, terutama pandemi Covid-19. Kita tentu berharap ketahanan energi nasional akan terus membaik,” tutup Syarief.