• Oase

Yang Perlu Diperhatikan saat bergaul, atau pengen berdosa?

Rizki Ramadhani | Rabu, 01/06/2022 17:31 WIB
Yang Perlu Diperhatikan saat bergaul, atau pengen berdosa? Ilustrasi: Media Sosial. Foto: Reuters

JAKARTA - Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan interaksi antar individu. Terlebih di masa sekarang, tehnologi media sosial semakin berkembang hingga dapat dikatakan mampu berinteraksi tanpa batas wilayah dan waktu.

Demikian juga perkembangan pesat alat transportasi yang semakin memudahkan mobilisasi manusia untuk saling bertemu dan tujuan lainnya. Lalu, apakah ini termasuk dosa bila banyak bergaul dan bermedsos? Masih bingung memilih mengasingkan diri atau tetap bergaul dan bermedsos? Untuk menjawabnya diperlukan penjabaran yang mampu meninjau dari berbagai aspek.

Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa semakin sering bergaul, maka potensi melakukan dosa dan maksiat semakin banyak, walaupun ia termasuk orang bertakwa, karenanya harus meminimalisir pergaulan.

Pernyataan di atas benar adanya, semakin banyak kita bergaul, maka kita berpotensi sering berbuat dosa pribadi seperti sombong, merendahkan orang lain, dan hasad, ataupun dosa sosial seperti memfitnah dan mengghibah.

Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, bergaul ada beberapa bentuk. Pertama, bergaul seperti orang yang membutuhkan makanan, terus dibutuhkan setiap waktu, contohnya adalah bergaul dengan para ulama. Kemudian, bergaul seperti orang yang membutuhkan obat, dibutuhkan ketika sakit saja, contohnya adalah bentuk muamalat, kerja sama, berdiskusi, atau berobat saat sakit.

Selanjutnya, bergaul yang malah mendapatkan penyakit, misalnya ada penyakit yang tidak dapat diobati, ada yang kena penyakit panas sehingga tidak bisa berbicara. Yang terakhir, bergaul yang malah mendapatkan racun, contohnya adalah bergaul dengan orang yang menyesatkan yang menjadikan perbuatan baik sebagai kemungkaran dan sebaliknya.

Keadaan setiap orang dalam bergaul ada orang yang bisa memberikan manfaat ukhrawi dan duniawi, maka silahkan ia bergaul karena sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat pada orang lain.

Sedangkan yang berikutnya adalah yang tidak bisa memberikan manfaat ukhrawi dan duniawi, hendaklah orang seperti ini bergaul dengan teman yang sifatnya bisa memberikan kebaikan kepadanya, ibaratnya seperti dia membutuhkan makanan yang jadi kebutuhan darurat, atau membutuhkan obat yang diperlukan jika ada hajat.

Dua keadaan di atas sama halnya dengan bergaul di media sosial. Setelah menelaah hal tersebut, maka pendapat yang lebih tepat dalam hal ini adalah siapa yang mampu dan yakin dapat selamat untuk bergaul dengan masyarakat dengan tetap melakukan pengingkaran pada kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar).

Maka wajib baginya untuk bergaul dengan akhlak yang baik, bahkan bisa jadi berlaku hukum fardhu ‘ain atau fardhu kifayah baginya sesuai dengan keadaan dan kemampuan. Namun jika terjadi kerusakan menimpa dirinya, maka sebaiknya ia mengasingkan diri (‘uzlah) agar tidak terjatuh dalam keharaman, demi menyelamatkan diri atau menghindari masyarakat yang banyak terjadi maksiat, kesesatan, dan pelanggaran agama. Dan ingat kerusakan itu bukan hanya menimpa mereka yang maksiat namun bisa menimpa secara umum.

Bahkan jika supaya selamat dari kerusakan adalah hanya dengan cara mengasingkan diri ke lembah-lembah dan puncak-puncak gunung, maka itu lebih baik daripada agama kita terancam hancur.

Orang yang beriman itu bergaul untuk menambah ilmu, memilih untuk diam agar selamat dari dosa, berbicara untuk mendapat pemahaman, dan menyendiri agar mendapat keberuntungan. Semoga kita mampu mengamalkan firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Maidah (5) ayat 2 yang menganjurkan untuk bergaul di tengah masyarakat walaupun seandainya bobrok keadaannya, dalam rangka berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar di dalamnya.

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”