• News

Kontradiktif Perlakukan Pengungsi Suriah vs Ukraina

Akhyar Zein | Jum'at, 04/03/2022 07:20 WIB
Kontradiktif  Perlakukan Pengungsi Suriah vs Ukraina Polisi perbatasan Yunani menembaki pengungsi Suriah (foto: merdeka.com)

JAKARTA - Ahmad al-Hariri, pengungsi asal Suriah telah meninggalkan negaranya yang dilanda perang menuju Lebanon 10 tahun yang lalu. Ahmad, menghabiskan satu dekade terakhir dengan berharap untuk dapat menemukan kehidupan yang baru di Eropa.

Menyaksikan negara-negara Eropa menyambut ratusan ribu orang Ukraina dengan tangan terbuka dalam waktu kurang dari seminggu, ayah tiga anak ini mau tak mau membandingkan nasib mereka.

"Kami bertanya-tanya, mengapa orang Ukraina diterima di semua negara sementara kami, pengungsi Suriah, masih tetap berada di tenda dan tetap di bawah salju, menghadapi kematian, dan tidak ada yang melihat kami?" katanya kepada Reuters di sebuah pusat pengungsi di mana 25 keluarga berlindung di tepi Kota Mediterania Sidon.

Terdapat 12 juta warga Suriah telah tercerabut akibat perang. Banyak kritik muncul terkait perbedaan reaksi Barat terhadap krisis pengungsi yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina dengan cara Eropa saat berusaha menahan pengungsi Suriah dan pengungsi lainnya pada 2015.

Beberapa masih mengingat betul begitu banyak pengungsi yang terpaksa berjalan di tengah cuaca buruk selama berhari-hari. Ada juga sebagian dari mereka yang kehilangan nyawa saat menyeberangi lautan yang berbahaya ketika berusaha mencoba menembus perbatasan Eropa.

Pada Senin (28/2), empat hari setelah invasi Rusia, Uni Eropa mengatakan setidaknya 400.000 pengungsi Ukraina telah memasuki wilayahnya yang berbatasan darat dengan empat negara Uni Eropa.

Jutaan pengungsi lagi diharapkan akan tiba dan Uni Eropa sedang mempersiapkan langkah-langkah lain, seperti menawarkan izin tinggal sementara serta menyediakan akses ke pekerjaan dan kesejahteraan sosial. Ironisnya, reaksi tersebut bertentangan dengan perlakuan mereka terhadap perang di Suriah dan di tempat lain.

Pada awal 2021, 10 tahun setelah konflik Suriah meletus, negara-negara Uni Eropa telah menerima satu juta pengungsi dan pencari suaka asal Suriah, di mana lebih dari setengahnya diambil oleh Jerman. Sebagian besar dari mereka tiba sebelum kesepakatan 2016 di mana Uni Eropa membayar miliaran Euro untuk Turki agar terus menampung 3,7 juta warga Suriah.

"Yang kita lihat di sini bukanlah kelompok pengungsi yang tidak kami kenal, yang membuat kami tidak tahu harus bagaimana meresponnya. Mereka adalah orang-orang dengan masa lalu yang tidak jelas," kata Perdana Menteri Bulgaria Kiril Petkov saaat merujuk pada pengungsi asal Timur Tengah, seraya menjelaskan bahwa pengungsi asal Ukraina merupakan orang yang cerdas, berpendidikan, dan berkualifikasi tinggi.

"Ini adalah orang Eropa yang bandaranya baru saja dibom, yang mendapat kecaman," katanya. Bulgaria mengatakan akan membantu semua orang yang datang dari Ukraina, di mana ada sekitar 250.000 etnis Bulgaria.

Tahun lalu 3.800 warga Suriah mencari perlindungan di Bulgaria dan 1.850 diberikan status pengungsi atau kemanusiaan. Suriah mengatakan sebagian besar pengungsi hanya melewati Bulgaria untuk mencapai ke negara-negara Uni Eropa yang lebih kaya.

Pemerintah Polandia mendapat kecaman internasional pada tahun lalu karena menolak gelombang imigran yang menyeberang dari Belarus, sebagian besar dari Timur Tengah dan Afrika. Namun mereka kini menyambut pengungsi Ukraina.

Di Hungaria, yang telah membangun tembok di area perbatasan di selatan untuk mencegah terulangnya arus masuk orang dari Timur Tengah dan Asia tahun 2015, kedatangan pengungsi dari negara tetangga Ukraina telah disambut dengan dukungan dan bantuan transportasi, akomodasi jangka pendek, pakaian dan makanan.

 

Relatif Beradab

Hungaria dan Polandia sama-sama mengatakan bahwa para pengungsi dari Timur Tengah yang tiba di perbatasan mereka telah melintasi negara-negara aman lainnya yang sebenarnya memiliki kewajiban untuk menyediakan tempat penampungan.

Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto membela pendekatan yang berbeda. "Saya harus menolak membuat perbandingan antara mereka yang melarikan diri dari perang dan mereka yang mencoba masuk ke negara itu secara ilegal," katanya dalam pertemuan PBB di Jenewa.

Sambutan itu telah diredakan oleh fakta bahwa Ukraina adalah rumah bagi komunitas etnis Hongaria yang besar.

Ikatan seperti itu telah membuat beberapa wartawan Barat berpendapat bahwa bencana kemanusiaan di Ukraina berbeda dengan krisis di Suriah, Irak atau Afghanistan, karena orang Eropa dapat berhubungan lebih dekat dengan para korban.

Komentar mereka memicu gelombang kecaman di media sosial, menuduh Barat bias. Klip-klip laporan itu beredar luas dan dikritik habis-habisan di seluruh wilayah.

Misalnya, seorang reporter televisi di jaringan AS CBS menggambarkan Kyiv sebagai kota yang "relatif beradab, relatif Eropa", berbeda dengan kota yang menjadi zona perang lainnya. Yang lain mengatakan warga Ukraina berbeda karena mereka yang melarikan diri merupakan bagian dari kelas menengah yang mampu menonton Netflix.


FOLLOW US