• News

Realisasi Investasi Dari Negara EFTA Untuk Indonesia Masih Minim

Akhyar Zein | Sabtu, 28/11/2020 06:35 WIB
Realisasi Investasi Dari Negara EFTA Untuk Indonesia Masih Minim Direktur Kerja sama Penanaman Modal Luar Negeri BKPM Fajar Usman

Katakini.com – Indonesia berupaya meningkatkan potensi kerja sama investasi dari negara-negara anggota European Free Trade Associaton (EFTA) yang terdiri dari Norwegia, Swiss, Islandia, dan Liechtenstein dalam kerangkan Indonesia-EFTA CEPA.

Direktur Kerja sama Penanaman Modal Luar Negeri Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Fajar Usman mengatakan investasi Indonesia sebagian besar masih berasal dari Asia.

Sementara investasi dari Eropa hanya 10 persen, Amerika 9 persen, Australia 6 persen, dan Afrika 2 persen.

“Banyak investasi dari berbagai negara masuk Indonesia melalui Singapura, akan kita dorong agar investasi asing langsung bisa masuk dari negara asal ke Indonesia,” ujar Fajar dalam diskusi virtual, Jumat.

Dia mengatakan Swiss merupakan negara EFTA yang menanamkan modal terbesar ke Indonesia yang pada tahun ini hingga kuartal ketiga mencapai USD121 juta.

Investasi asal Swiss terbesar ke Indonesia terjadi pada tahun 2017 sebesar USD615,4 juta.

“Swiss merupakan negara investor peringkat 16-17 untuk Indonesia,” jelas Fajar.

Kemudian investasi asal Norwegia yang masuk Indonesia juga relatif kecil pada tahun 2020 hingga kuartal ketiga baru USD6,94 juta yang relatif turun dari tahun 2018 dan 2019 yang sempat mencapai USD17 juta.

Negara tersebut merupakan negara dengan investasi terbesar ke-30 untuk Indonesia.

Sementara investasi asal dua negara lainnya relatif kecil seperti Islandia yang baru USD45 ribu pada kuartal ketiga 2020.

Pada tahun 2020 hingga kuartal ketiga total investasi dari negara-negara EFTA di Indonesia baru mencapai USD128,18 juta.

Fajar mengatakan EFTA pada dasarnya bisa menjadi pintu masuk bagi Indonesia untuk meningkatkan akses pasar perdagangan barang dan jasa serta mendorong investasi dengan pasar Eropa.

EFTA juga merupakan investor yang potensial bagi Indonesia dan bisa menjadi diversifikasi tujuan ekspor dengan pengembangan pasar nontradisional,” jelas Fajar.

Implementasi perjanjian perdagangan bebas dengan EFTA ini bisa membuat Indonesia mengejar ketertinggalan dalam kontribusi pasar impor di empat negara tersebut.

Dia mengatakan kontribusi impor EFTA dari Singapura sebesar 0,87 persen, Thailand 0,83 persen, Vietnam 0,57 persen, Malaysia 0,4 persen, dan Indonesia baru 0,29 persen.

Marketing dan promosi investasi Indonesia masih kurang

Duta Besar Indonesia untuk Norwegia Todung Mulya Lubis mengatakan Norwegia sebagai negara anggota EFTA pada dasarnya memiliki potensi besar untuk bisa berinvestasi di Indonesia.

Namun, marketing dan promosi Indonesia untuk menjaring investasi dari negara-negara Eropa utara masih minim karena masih terfokus pada investasi dari Asia seperti China, Korea Selatan, dan Jepang.

“Mudah-mudahan IE-CEPA bisa membantu memfasilitasi peningkatan investasi yang masuk ke Indonesia,” ujar Todung.

Dia mengatakan Norwegia termasuk negara yang ekspansif dalam melakukan investasi ke luar negeri yang jumlahnya lebih besar daripada investasi asing yang masuk ke sana.

Pada tahun 2019 total investasi Norwegia di luar negeri mencapai USD8 miliar dari total investasi negara tersebut di luar negeri yang mencapai USD218,5 miliar.

Namun sayangnya investasi tersebut lebih banyak masuk ke Eropa dan Amerika utara.

“Dalam 5,5 tahun terakhir investasi asal Norwegia yang masuk ke Indonesia hanya sebesar USD64,2 juta saja,” ujar Todung.

Investasi asal Norwegia banyak terpusat di Jawa dengan total USD31,54 juta kemudian Papua sebesar USD25,77 juta untuk sektor energi air (hydropower) dan aquaculture.

Investasi terbesar asal Norwegia di Indonesia masuk pada sektor industri kimia dan farmasi sebesar USD20,2 juta atau 31,4 persen dari total investasi negara tersebut.

Todung mengatakan investasi asing dari Norwegia di Indonesia hanya pada 163 proyek dengan nilai investasi sangat kecil, padahal Indonesia butuh lebih banyak dan memiliki banyak sektor yang berpotensi untuk investasi asing masuk.

“Mungkin insentif fiskal dan nonfiskal serta promosi kita masih kurang,” lanjut dia.

Todung menambahkan pandemi Covid-19 membuat banyak rencana investasi dan kerja sama Norwegia dengan beberapa perusahaan Indonesia tertunda seperti pada sektor energi air, aquaculture, dan pengelolaan limbah.

Sementara itu, investasi asal Norwegia di Indonesia cukup banyak masuk melalui ekuitas saham dari Sovereign Wealth Fund negara itu yang mencapai USD1,86 miliar pada 2019 yang di antaranya masuk di beberapa perusahaan BUMN.

“Pentingnya promosi investasi untuk meraih arus investasi bisa meningkatkan ekonomi dan pembangunan, khususnya dari negara maju yang bisa berdampak pada transfer teknologi dan meningkatkan daya saing di pasar internasional,” urai dia. (Anadolu Agency)


FOLLOW US