• News

Ini Tiga Catatan Penting ICW Atas Sidang Etik Firli Bahuri

Rizki Ramadhani | Rabu, 26/08/2020 08:54 WIB
Ini Tiga Catatan Penting ICW Atas Sidang Etik Firli Bahuri Ketua KPK, Firli Bahuri

Katakini.com- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan tiga catatan kritis terhadap sidang etlik Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus helikopter mewah. Sidang digelar oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, pada Selasa (25/8/2020).

"Pertama, proses pemeriksaan harus menjunjung tinggi transparansi serta akuntabilitas kepada masyarakat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya Rabu (26/8/2020).

Hal itu, lanjut dia, penting untuk ditegaskan karena Pasal 5 Undang-Undang KPK telah menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

Oleh karena itu, ia menilai Dewas KPK dilarang menutup diri atas proses dan hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri.

Kedua, ICW menyatakan model pembuktian yang dilakukan oleh Dewas KPK diharapkan tidak hanya mengandalkan pada pengakuan dari terperiksa. Dalam konteks tersebut, materi pemeriksaan sudah barang tentu akan menyoal penggunaan moda transportasi mewah yang digunakan oleh Firli.

"Untuk itu, Dewas KPK mesti terus menggali jika pengakuan terperiksa menyebutkan bahwa penggunaan transportasi itu berasal dari uang pribadi atau gaji maka pertanyaan lebih lanjutnya adalah metode pembayaran apa yang digunakan? Apa melalui pembayaran tunai atau menggunakan jasa perbankan?," ungkap Kurnia.

Kemudian perihal bukti, ia menuturkan semestinya terperiksa harus bisa memperlihatkan bukti pembayaran otentik kepada majelis pemeriksa agar Dewas KPK bisa mendapatkan kebenaran material atas proses pemeriksaan ini.

Ketiga, Dewas KPK perlu melibatkan Kedeputian Penindakan dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK.

"Hal ini penting, setidaknya untuk melihat lebih jauh, apakah ada potensi penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu. Ketika nantinya ditemukan bukti permulaan yang cukup akan penerimaan gratifikasi dalam bentuk transportasi mewah maka pemeriksaan etik tersebut dapat dilanjutkan dengan tindakan penyelidikan bahkan penyidikan," ujar Kurnia.

Ia mengatakan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat digunakan sebagai dasar untuk memproses setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dari pihak tertentu, yang mana ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.

Keywords :

FOLLOW US