Ilustrasi - Mahram menurut ajaran Islam (Foto: Unsplash/Jeremy Wong Weddings)
JAKARTA - Dalam ajaran Islam, istilah "mahram" sering muncul dalam pembahasan mengenai hubungan keluarga dan batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Pemahaman tentang siapa saja yang termasuk mahram penting agar umat Islam dapat menjaga etika dan adab dalam berinteraksi sesuai syariat.
Secara bahasa, kata mahram berasal dari akar kata Arab Ḽaram yang berarti "dilarang" atau "dihormati." Dalam konteks hukum Islam, istilah ini merujuk pada seseorang yang haram untuk dinikahi secara permanen karena adanya hubungan tertentu.
Makna tersebut juga mengandung unsur penghormatan dan perlindungan terhadap individu yang memiliki ikatan darah atau hubungan kekeluargaan dekat.
Dalam terminologi hukum Islam, mahram adalah orang-orang yang memiliki hubungan nasab (darah), perkawinan (mushaharah), atau persusuan (radha‘ah) dengan seseorang, sehingga secara hukum haram untuk dinikahi.
Ketentuan ini bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi dasar hukum dalam menjaga kehormatan dan batas pergaulan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 23:
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara ayahmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan...” (QS. An-Nisa: 23)
Klasifikasi Mahram dalam Islam
Menurut syariat, mahram terbagi menjadi tiga kategori utama, yakni karena hubungan darah, hubungan perkawinan, dan hubungan persusuan.
1. Mahram Karena Hubungan Darah (Nasab)
Kategori ini mencakup anggota keluarga yang memiliki hubungan biologis langsung, seperti:
- Ibu dan nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu.
- Anak perempuan dan cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun perempuan.
- Saudara perempuan, baik kandung, seayah, atau seibu.
- Bibi dari pihak ayah atau ibu.
- Keponakan perempuan, yaitu anak dari saudara laki-laki atau saudara perempuan.
2. Mahram Karena Hubungan Perkawinan (Mushaharah)
Hubungan ini muncul karena adanya pernikahan, di antaranya:
- Ibu mertua, yakni ibu dari istri.
- Anak tiri perempuan dari istri yang telah digauli.
- Menantu perempuan, yakni istri dari anak laki-laki.
- Istri ayah (ibu tiri), meskipun bukan ibu kandung.
3. Mahram Karena Hubungan Persusuan (Radha‘ah)
Dalam Islam, hubungan persusuan juga menimbulkan kemahraman dengan syarat bayi disusui oleh seorang wanita lima kali kenyang sebelum usia dua tahun. Yang termasuk mahram karena persusuan antara lain:
- Ibu susu, yaitu wanita yang menyusui.
- Saudara perempuan sepersusuan.
- Anak perempuan dari ibu susu.
- Bibi dari pihak ayah susu maupun ibu susu.