JAKARTA - Nama Ibrahim Chaibou mungkin tidak asing bagi penggemar sepak bola, bukan karena prestasi, melainkan karena predikat yang menempel kuat padanya, yakni wasit paling `korup` yang pernah ada.
Perjalanan karier Chaibou menjadi gambaran kelam bagaimana praktik pengaturan skor mampu merusak wajah sepak bola yang seharusnya menjunjung keadilan dan fair play.
Dikutip dari berbagai sumber, Chaibou sempat dipercaya memimpin sejumlah laga internasional bergengsi. Namun, di balik peluitnya tersimpan kepentingan tersembunyi.
Salah satu yang paling banyak diperbincangkan adalah duel Nigeria kontra Argentina tahun 2011. Saat itu, bandar asal Singapura, Wilson Perumal, disebut memberi instruksi agar pertandingan berakhir dengan lima gol.
Aneh tapi nyata, meski tambahan waktu hanya tiga menit, Chaibou menambah laga hingga menit ke-97. Pada masa itu, ia membuat keputusan kontroversial dengan menunjuk titik putih untuk Argentina akibat handball yang sejatinya tidak pernah terjadi. Penalti berhasil dikonversi, skor menjadi lima gol, dan target pun tercapai. Chaibou diyakini menerima bayaran dari skenario tersebut.
Bukan hanya itu, Chaibou juga beberapa kali memberikan keputusan aneh lain, misalnya memberi penalti meski pelanggaran dilakukan di luar kotak terlarang. Pola semacam ini akhirnya memancing perhatian FIFA. Selama delapan tahun, badan sepak bola dunia itu menyelidiki sepak terjangnya.
Akhir cerita tiba pada 2019, ketika bukti tak terbantahkan ditemukan. Ibrahim Chaibou resmi dijatuhi hukuman larangan seumur hidup dari segala aktivitas yang berkaitan dengan sepak bola.
Dari sosok yang dulu dipercaya memimpin pertandingan internasional, kini Chaibou hanya dikenang sebagai simbol gelapnya praktik match fixing. Sebuah pelajaran pahit bahwa uang mampu menodai sportivitas, bahkan dari orang yang seharusnya menjadi pengadil di lapangan hijau.