JAKARTA - Memasuki bulan Rabiul Awal menandakan semakin dekatnya dengan hari dimana Nabi Muhammad SAW. lahir. Hari tersebut biasa dikenang melalui perayaan maulid nabi pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal.
Perayaan maulid nabi ini menjadi momentum bagi umat Islam dalam mengingat dan meneladani sifat beliau yang merupakan sosok yang sangat dihormati oleh umat Islam.
Dalam perayaan maulid nabi, setiap tempat punya tradisinya masing-masing. Tradisi tersebut biasa diselenggarakan dengan menggabungkan nilai-nilai Islam dengan budaya yang ada di tempat masing-masing.
Di indonesia, yang kaya akan daerah, tentu menghasilkan tradisi yang beragam. Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa tradisi dalam menyambut maulid nabi di Indonesia:
1. Maudu Lompoa di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan, terdapat tradisi besar dalam menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan nama Maudu Lompoa.
Pada perayaan ini, masyarakat bergotong royong menyiapkan nasi kuning dalam jumlah yang sangat banyak, biasanya ditaruh dalam wadah-wadah besar atau dulang. Nasi kuning ini melambangkan rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran Nabi. Selain itu, ada pula telur rebus yang dihias berwarna-warni dan digantung pada pelepah atau batang pisang. Telur-telur ini menjadi simbol kesuburan, kehidupan, dan keberkahan.
Semua hidangan tersebut kemudian diarak secara bersama-sama menuju masjid atau tempat perayaan. Suasana semakin meriah dengan adanya pembacaan kitab Barzanji, lantunan shalawat, serta doa bersama. Setelah acara selesai, nasi kuning dan telur hias itu dibagikan kepada seluruh masyarakat yang hadir, sebagai simbol berbagi rezeki dan mempererat persaudaraan.
2. Baayun Maulud di Kalimantan Selatan
Di Kalimantan Selatan, masyarakat menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW dengan sebuah tradisi yang disebut Baayun Mulud.
Ciri khas dari perayaan ini adalah anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa diayun di atas ayunan yang dihiasi dengan janur, kain warna-warni, buah-buahan, hingga berbagai makanan tradisional. Ayunan tersebut ditempatkan berderet di halaman masjid, sehingga suasana menjadi sangat meriah.
Makna dari Baayun Mulud adalah sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus doa agar anak-anak yang diayun mendapat berkah, keselamatan, serta tumbuh menjadi pribadi yang baik dan mencintai Rasulullah. Prosesi ini juga sering dimaknai sebagai simbol membersihkan diri dan memperbaharui niat hidup.
3. Bungo Lado di Sumatera Barat
Di jeSumatera Barat, masyarakat merayakan Maulid Nabi dengan tradisi unik bernama Bungo Lado. Tradisi ini menampilkan hiasan berbentuk pohon dari bambu atau ranting yang dipenuhi cabai merah, telur rebus, uang kertas, dan makanan tradisional. Kehadiran cabai merah menjadi ciri khas yang melambangkan semangat dan cinta kepada Rasulullah.
Pohon Bungo Lado kemudian diarak menuju masjid atau surau dengan diiringi pembacaan shalawat dan syair Barzanji. Setelah doa bersama, isi dari pohon tersebut dibagikan kepada jamaah dan masyarakat sebagai simbol berbagi rezeki serta mempererat kebersamaan.
4. Sekaten & Grebek Maulid di Yogyakarta
Di Yogyakarta, perayaan Maulid Nabi dikenal dengan tradisi Sekaten yang diselenggarakan di Keraton Yogyakarta. Tradisi ini biasanya berlangsung selama sepekan menjelang maulid nabi, diawali dengan tabuhan gamelan sekaten yang hanya dikeluarkan setahun sekali pada momen Maulid.
Puncak perayaan ditandai dengan acara Grebeg Maulid, yaitu arak-arakan gunungan berisi hasil bumi, sayuran, buah, hingga makanan tradisional yang dibawa dari Keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Setelah didoakan, gunungan tersebut diperebutkan masyarakat karena dipercaya membawa berkah.
Tradisi Sekaten dan Grebeg Maulid bukan hanya perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi simbol akulturasi Islam dan budaya Jawa. Selain menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, tradisi ini juga memperlihatkan peran keraton sebagai pusat budaya dan spiritual masyarakat Yogyakarta.
5. Khanduri Maulod di Aceh
Di Aceh, perayaan Maulid Nabi dikenal dengan nama Khanduri Maulod. Tradisi ini berlangsung meriah dan biasanya dirayakan tidak hanya sehari, melainkan bisa berhari-hari, bahkan hingga tiga bulan lamanya, dimulai dari Rabiul Awal sampai Jumadil Awal.
Dalam perayaan ini, masyarakat bergotong royong menyajikan aneka hidangan khas Aceh, seperti kuah beulangong, yang dimakan bersama di meunasah (surau) atau masjid. Acara disertai dengan pembacaan Barzanji, doa, dan shalawat, yang menumbuhkan suasana religius sekaligus penuh kebersamaan.
Khanduri Maulod bukan sekadar pesta makan, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi, memperkuat solidaritas, serta melestarikan identitas budaya Islam di Tanah Serambi Mekkah.
Atiqah Zahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini