Kepala Desa Berwenang Atur Pembiayaan KDMP, Ini Kata Mendes Yandri

Vaza Diva | Rabu, 13/08/2025 16:55 WIB
Kepala Desa Berwenang Atur Pembiayaan KDMP, Ini Kata Mendes Yandri Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto (kiri) dan Wamendes PDT, Ahmad Riza Patria (kanan) saat memberikan keterangan pers di Jakarta (Foto: Vaza/Katakini.com)

JAKARTA - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengumumkan terbitnya Peraturan Menteri Desa (Permendes) No. 10 Tahun 2025 tentang Mekanisme Persetujuan dari Kepala Desa dalam Rangka Pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), pada Rabu (13/8) di Jakarta.

Regulasi ini menjadi tindak lanjut dari Inpres No. 9 Tahun 2025 dan PMK No. 49 Tahun 2025 yang mengatur percepatan pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

Mendes Yandri menegaskan, Permendes ini lahir setelah proses harmonisasi lintas kementerian yang melibatkan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi, Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara, dan kementerian terkait lainnya.

“Regulasi ini diundangkan dalam Berita Negara No. 593 pada 12 Agustus 2025,” ujar Mendes Yandri.

Dalam Permendes No. 10/2025, Kepala Desa diberi wewenang memberikan persetujuan pembiayaan KDMP berdasarkan hasil musyawarah desa atau musyawarah desa khusus.

Kepala Desa juga berkewajiban:

1. Mengkaji proposal rencana bisnis KDMP.

2. Mengawasi pembayaran angsuran pokok dan bunga pinjaman.

3. Memberikan surat kuasa untuk penyaluran dana desa ke rekening pembayaran pinjaman jika KDMP macet.

Lebih lanjut, Mendes Yandri menegaskan, dana desa tidak menjadi jaminan pinjaman, melainkan hanya digunakan bila KDMP gagal bayar pada bulan tertentu.

“Kalau macetnya bulan ini, dipotong dana desa sesuai angsuran bulan itu saja. Bulan berikutnya, kalau lancar, dana desa tidak dipakai,” jelasnya.

Permendes mengatur bahwa dukungan pengembalian pinjaman maksimal 30% dari 40% dana desa per tahun. Misalnya:

1. Dana desa Rp400–499 juta: angsuran maksimal Rp12,5 juta per bulan.

2. Dana desa Rp1–1,99 miliar: angsuran maksimal Rp27,5 juta per bulan.

3. Dana desa Rp1,6 miliar atau lebih: angsuran maksimal Rp40 juta per bulan.

Pembatasan ini, kata Yandri, bertujuan agar dana desa tetap memiliki ruang fiskal untuk program prioritas seperti ketahanan pangan, penanggulangan stunting, dan pengentasan kemiskinan.

Menariknya, KDMP wajib memberikan imbal jasa minimal 20% dari keuntungan bersih usaha kepada pemerintah desa setiap tahun. Dana ini akan dicatat sebagai pendapatan sah APB Desa dan dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan SDM, atau program desa lainnya.

“Kalau untung hanya dibagi ke anggota, desa tidak merasakan manfaatnya. Dengan pembagian 20% ke desa, semua warga akan merasakan hasilnya,” tegas Mendes Yandri.

Mendes Yandri optimistis KDMP tidak akan mengalami kerugian signifikan karena bidang usaha yang digarap adalah kebutuhan dasar warga seperti LPG, sembako, pupuk, dan layanan desa lainnya.

“Bisnis seperti ini pasarnya jelas, keuntungannya sudah kelihatan,” kata Mendes Yandri.

Akan tetapi, ia tetap menekankan pentingnya pengawasan ketat melalui musyawarah desa yang melibatkan Kepala Desa, BPD, pengurus koperasi, dan tokoh masyarakat, sehingga setiap rencana bisnis disetujui dengan perhitungan matang.