• Oase

Amnesti dalam Islam, Menggali Hikmah dari Peristiwa Fathu Makkah

Vaza Diva | Selasa, 05/08/2025 05:05 WIB
Amnesti dalam Islam, Menggali Hikmah dari Peristiwa Fathu Makkah Ilustrasi - peristiwa Fathu Makkah (Foto: Ist)

JAKARTA - Pemberian amnesti dan abolisi yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto terhadap sejumlah tokoh seperti Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong telah menarik perhatian publik.

Kebijakan pengampunan ini membuka diskusi tentang amnesti dalam konteks modern, yang dapat dipelajari dari sejarah Islam, terutama dalam peristiwa besar Fathu Makkah atau Pembebasan Kota Makkah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.

Fathu Makkah berlangsung pada tahun 8 Hijriah (sekitar 630 M) setelah adanya pelanggaran terhadap Perjanjian Hudaibiyah yang sebelumnya mengatur gencatan senjata antara kaum Muslimin dan Quraisy.

Pelanggaran terjadi ketika suku Bani Bakr, sekutu Quraisy, menyerang Khuza`ah, sekutu Nabi Muhammad SAW. Meskipun pelanggaran ini sangat serius, Rasulullah SAW tidak langsung bertindak dengan kekerasan.

Setelah upaya diplomatik yang dipimpin oleh Abu Sufyan gagal, beliau memutuskan untuk mengirim pasukan besar berjumlah 10.000 orang menuju Makkah.

Pada 20 Ramadan 8 H (11 Januari 630 M), pasukan Muslim memasuki Makkah tanpa perlawanan besar, berkat pendekatan damai yang diterapkan.

Dalam suasana yang penuh ketegangan, Rasulullah menegaskan bahwa hari itu adalah "Hari Kasih Sayang" dan bukan "Hari Pembalasan", membantah semangat balas dendam yang diungkapkan oleh Sa’d bin Ubadah, salah satu tokoh Anshar.

Setelah menaklukkan kota, Rasulullah menghancurkan berhala-berhala di Ka`bah dan mengumandangkan ayat dari Surah Al-Isra` ayat 81:

"Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap." Bilal bin Rabah, yang sebelumnya diperlakukan tidak adil di Makkah, kemudian diminta untuk mengumandangkan azan dari atas Ka`bah sebagai simbol kebangkitan Islam.

Namun, yang paling mengesankan adalah amnesti besar-besaran yang diberikan Rasulullah kepada penduduk Makkah. Dengan penuh kasih sayang, beliau memaafkan musuh-musuhnya tanpa syarat, mengingatkan mereka dengan ayat dari Surah Yusuf ayat 92:

"Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Semoga Allah mengampuni kamu. Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."

Mereka yang diampuni kemudian dikenal sebagai al-thulaqa, yang berarti "yang dibebaskan". Beberapa di antara mereka bahkan menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam.

Fathu Makkah memberikan contoh nyata bagaimana Islam memandang amnesti bukan hanya sebagai pengampunan hukum, tetapi juga sebagai langkah menuju rekonsiliasi, pemulihan moral, dan penyatuan umat.

Melalui amnesti, yang didasarkan pada kasih sayang dan keadilan, musuh bisa berubah menjadi saudara, dan perdamaian bisa terwujud.

Kebijakan amnesti yang diterapkan di Indonesia, seperti yang dilakukan Presiden Prabowo, bisa dilihat sebagai penerapan prinsip-prinsip ini, selama tetap mengutamakan keadilan, kemaslahatan, dan kebaikan untuk bangsa.