• News

Trump Berbicara dengan Dua Pemimpin, Thai-Kamboja Tetap Lanjutkan Pertempuran

Yati Maulana | Minggu, 27/07/2025 15:35 WIB
Trump Berbicara dengan Dua Pemimpin, Thai-Kamboja Tetap Lanjutkan Pertempuran Orang-orang berkumpul untuk menerima bantuan air bersih yang disumbangkan di kamp Sekolah Dasar Batthkao, provinsi Oddar Meanchey, Kamboja, 26 Juli 2025. REUTERS

SISAKET - Kamboja dan Thailand masing-masing mengatakan pihak lain telah melancarkan serangan artileri di wilayah perbatasan yang disengketakan pada Minggu pagi, beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan para pemimpin kedua negara telah sepakat untuk mengupayakan gencatan senjata.

Empat hari setelah pertempuran terburuk dalam lebih dari satu dekade pecah antara kedua negara tetangga di Asia Tenggara tersebut, jumlah korban tewas mencapai di atas 30, sebagian besar warga sipil. Lebih dari 130.000 orang telah dievakuasi dari wilayah perbatasan di kedua negara.

Kementerian Pertahanan Kamboja mengatakan Thailand telah menembaki dan melancarkan serangan darat pada Minggu pagi di sejumlah titik, termasuk di Phnom Kmoach, yang berbatasan dengan provinsi pesisir Trat di Thailand. Juru bicara kementerian mengatakan artileri berat ditembakkan ke kompleks kuil.

Militer Thailand mengatakan Kamboja telah melepaskan tembakan ke beberapa daerah, termasuk di dekat rumah-rumah warga sipil, pada Minggu pagi. Gubernur Surin mengatakan kepada Reuters bahwa peluru artileri telah ditembakkan ke provinsi tersebut, merusak sebuah rumah dan membunuh beberapa ternak.

Di provinsi Sisaket, Thailand, wartawan Reuters mendengar suara tembakan pada Minggu pagi dan mengatakan tidak jelas di sisi perbatasan mana tembakan itu berada.

"Jika ada gencatan senjata, keadaan akan lebih baik," kata warga Sisaket, Thavorn Toosawan, kepada Reuters. "Sangat bagus bahwa Amerika bersikeras pada gencatan senjata karena itu akan membawa perdamaian."

Peta ini menunjukkan lokasi-lokasi di mana bentrokan militer telah terjadi di sepanjang perbatasan yang disengketakan antara Thailand dan Kamboja. Peta ini menunjukkan lokasi-lokasi bentrokan militer yang terjadi di sepanjang perbatasan yang disengketakan antara Thailand dan Kamboja.

TRUMP BERBICARA DENGAN KEDUA PEMIMPIN
Trump mengatakan pada hari Sabtu bahwa ia telah berbicara dengan perdana menteri Thailand dan Kamboja dan mereka sepakat untuk segera bertemu guna segera menyusun gencatan senjata guna mengakhiri pertempuran yang dimulai pada hari Kamis. Bangkok dan Phnom Penh masing-masing mengatakan pihak lain memulai permusuhan.

"Kedua Pihak menginginkan Gencatan Senjata dan Perdamaian segera," tulis Trump di media sosial. Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mendukung seruan agar pertempuran dihentikan.

"Saya telah menjelaskan kepada Yang Terhormat Presiden Donald Trump bahwa Kamboja menyetujui usulan gencatan senjata segera dan tanpa syarat antara kedua angkatan bersenjata," tulis Hun Manet di Facebook, seraya menambahkan bahwa ia juga telah menyetujui usulan gencatan senjata Malaysia sebelumnya.

Tanggapan Thailand lebih terukur, seperti halnya usulan dari Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang mengatakan bahwa Kamboja perlu berbuat lebih banyak sebelum perundingan dapat dimulai.

"Saya berterima kasih kepada Presiden Trump atas perhatiannya dan menyatakan bahwa Thailand pada prinsipnya setuju untuk melakukan gencatan senjata. Namun, Thailand ingin melihat niat tulus dari pihak Kamboja," ujar Penjabat Perdana Menteri Phumtham Wechayachai di Facebook.

Kedua negara telah berkonflik sejak tewasnya seorang tentara Kamboja pada akhir Mei dalam sebuah pertempuran kecil. Pasukan di kedua sisi perbatasan diperkuat di tengah krisis diplomatik yang membawa pemerintahan koalisi Thailand yang rapuh ke ambang kehancuran.

Thailand dan Kamboja telah berselisih selama beberapa dekade mengenai titik-titik yang tidak dibatasi di sepanjang perbatasan darat mereka sepanjang 817 km (508 mil), dengan kepemilikan kuil Hindu kuno Ta Moan Thom dan Preah Vihear abad ke-11 menjadi inti perselisihan tersebut.

Preah Vihear diberikan kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962, tetapi ketegangan meningkat pada tahun 2008 setelah Kamboja berupaya mendaftarkannya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, dan pertikaian selama beberapa tahun mengakibatkan setidaknya belasan kematian.

Kamboja mengatakan pada bulan Juni bahwa mereka telah meminta pengadilan untuk menyelesaikan perselisihannya dengan Thailand, yang menyatakan tidak pernah mengakui yurisdiksi pengadilan dan lebih memilih pendekatan bilateral.