JAKARTA - Dua negara tetangga Indonesia, Kamboja dan Thailand kini tengah memanas. Bentrokan bersenjata ini menjadi konflik paling serius sejak lebih dari satu dekade terakhir.
Militer Kamboja secara mendadak melancarkan serangan roket artileri menggunakan sistem BM‑21 Grad terhadap posisi militer Thailand di dekat area Candi Preah Vihear dan Ta Muen Thom, memicu respons keras dari Bangkok.
Diduga serangan dari Kamboja yang diarahkan ke Thailand menggunakan sistem roket lanjutan buatan Soviet BM‑21 Grad, dengan peluncur 40 tabung kaliber 122 mm yang dipasang di truk militer.
Menghimpun dari berbagai sumber, satu kendaraan dapat membawa dan menembakkan 40 roket dalam waktu sekitar 20 detik. Setiap roket memiliki panjang sekitar 2,87 meter dengan berat lebih dari 66 kilogram, membawa hulu ledak eksplosif fragmentasi tinggi (HE-FRAG) yang dapat menghancurkan area luas dalam sekejap.
Dari sisi jangkauan tembak, sistem BM-21 dalam versi standarnya mencapai sekitar 20 kilometer. Namun, dengan penggunaan roket modern atau versi peningkatan seperti roket 9M28F atau varian buatan Tiongkok dan Korea Utara, jangkauannya dapat diperpanjang hingga 30–40 kilometer.
Meski tidak memiliki kemampuan presisi tinggi seperti roket berpemandu, keunggulan BM-21 terletak pada efek saturasi, yaitu kemampuannya untuk membanjiri area target dengan puluhan ledakan serentak.
Kemampuan manuver sistem ini juga menjadi keunggulan utama. Karena dipasang di atas kendaraan truk, BM-21 dapat dengan cepat berpindah lokasi setelah menembakkan roket—tak lebih dari dua menit untuk persiapan penembakan dan evakuasi.
Hal ini membuatnya sulit dilacak dan dihancurkan oleh serangan balasan, menjadikannya sangat cocok dalam strategi “shoot and scoot”.
BM-21 biasanya digunakan untuk menghantam posisi musuh di garis belakang, seperti kamp logistik, titik konsentrasi pasukan, depot amunisi, hingga jalur suplai.
Selain itu, ia juga digunakan untuk membombardir wilayah luas guna menciptakan kekacauan atau menekan pergerakan musuh. Dalam perang urban, penggunaannya harus sangat hati-hati karena daya ledaknya yang besar dan presisi rendah dapat membahayakan warga sipil.
Hulu ledak yang digunakan oleh roket BM-21 cukup beragam. Selain hulu ledak fragmentasi, terdapat juga varian pembakar, hulu ledak asap, bahkan munisi submunisi (bom-bom kecil yang tersebar di udara).
Dalam kondisi darurat atau peperangan terbuka, kombinasi ini bisa menghasilkan efek destruktif besar terhadap peralatan maupun personel musuh dalam radius puluhan meter dari titik ledak.
Sistem ini telah diproduksi secara luas dan dimodifikasi oleh berbagai negara, termasuk Tiongkok (Tipe 81 dan Tipe 90B), Korea Utara, Iran, hingga negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Kamboja.
Beberapa negara bahkan mengembangkan versi BM-21 dengan sistem kontrol tembakan yang lebih modern, memungkinkan koordinasi penembakan yang lebih akurat dan efisien di medan perang modern.
Kendati dikembangkan lebih dari 60 tahun lalu, BM-21 tetap menjadi salah satu sistem artileri yang ditakuti. Efek kejut, volume tembakan, dan mobilitasnya menjadikan BM-21 senjata favorit dalam peperangan darat, terutama untuk negara-negara dengan keterbatasan sistem roket berpemandu.
Dalam konflik perbatasan atau perang asimetris, BM-21 memberikan daya gempur besar dengan biaya operasional yang relatif rendah.