JAKARTA - Pacu Jalur atau perlombaan perlombaan perahu panjang tradisional dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau tengah menjadi buah bibir jagat maya. Bukan hanya menjadi agenda tahunan lokal, tetapi kini menjelma menjadi festival yang menarik perhatian dunia.
Popularitas Pacu Jalur semakin meluas seiring banyaknya selebriti dan para konten kreator yang menirukan joget anak-anak di ujung perahu melalui tren aura farming menjadikan budaya lokal ini dikenal luas hingga mancanegara.
Lantas apa sebenarnya asal-usul dan makna dari tradisi ini? Ini penjelasannya.
Menghimpun dari berbagai sumber, Tradisi Pacu Jalur bermula sejak abad ke-17. Awalnya, “jalur” adalah perahu kayu utuh yang digunakan sebagai alat transportasi utama di Sungai Kuantan untuk mengangkut buah dan penumpang, karena belum berkembangnya jalur darat.
Setiap jalur dibuat dari satu batang kayu besar dan bisa memuat puluhan pendayung. Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur mendapatkan nuansa baru ketika digunakan sebagai bagian dari perayaan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada akhir Agustus—dilombakan selama beberapa hari.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tradisi ini dipertahankan dan dikaitkan dengan perayaan Hari Kemerdekaan pada bulan Agustus.
Tradisi dan Ritual Pembuatan Jalur
Pembuatan jalur bukan sekadar konstruksi fisik. Dimulai dari musyawarah kampung dan ritual adat, para tetua memilih kayu keramat—dalam budaya Minangkabau disebut memiliki “mambang”—sebagai bahan dasar.
Proses pembuatannya meliputi semitual penghormatan, pengukuran, pembentukan, pengeringan, hingga pengukiran ornamen tradisional, seperti motif ular, buaya, atau bunga.
Terdapat beberapa peran penting dalam jalur: tukang concang (pengatur aba-aba), tukang pinggang (kemudi), tukang onjai (penjaga irama), dan tukang tari (penari semangat di ujung perahu).
Setiap aspek dari jalur punya nuansa spiritual dan simbolik, menegaskan hubungan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Festival ini kini digelar setiap tahun di sepanjang Sungai Batang Kuantan, paling populer di Teluk Kuantan. Jumlah perahu yang ikut bisa mencapai ratusan, dengan penonton hingga jutaan pengunjung.
Ajang ini kini menjadi kombinasi antara olahraga, seni, budaya, dan pariwisata, menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
Makna Filosofis & Sosial
Secara simbolis, Pacu Jalur menekankan nilai persatuan, kerja sama, dan ketangguhan. Setiap ayunan dayung yang serentak menunjukkan arti gotong royong & semangat kolektif.
Adapun tukang tari di ujung perahu menyimbolkan keberanian dan semangat juang, serta menjadi perekat moral tim.