• Sport

Legenda Terlupakan, Pencetak 10 Gol di Olimpiade 1912

Vaza Diva | Sabtu, 12/07/2025 03:03 WIB
Legenda Terlupakan, Pencetak 10 Gol di Olimpiade 1912 Mantan bintang sepak bola Jerman, Gottfried Fuchs (Foto: Radio JAI)

Jakarta, Katakini.com - Olimpiade bukan sekadar ajang adu prestasi antarnegara, tetapi juga panggung lahirnya kisah-kisah luar biasa dari dunia olahraga.

Salah satu momen paling mencengangkan dalam sejarah sepak bola Olimpiade terjadi pada edisi 1912 di Stockholm, Swedia.

Kala itu, seorang penyerang Jerman bernama Gottfried Fuchs menorehkan sejarah dengan cara yang spektakuler. Dalam pertandingan babak konsolasi melawan Rusia pada 1 Juli 1912, Fuchs mencetak 10 gol sekaligus, membantu Jerman meraih kemenangan telak 16-0.

Catatan tersebut menjadikannya pemain pertama asal Jerman yang mencetak dua quintrick (lima gol dua kali) dalam satu laga internasional resmi. Torehan ini juga menobatkan Fuchs sebagai top skor turnamen sepak bola Olimpiade tahun itu.

Walau Jerman gagal bersinar di fase utama, kemenangan besar ini menjadi pelipur lara dan mengangkat nama Fuchs sebagai predator tajam di depan gawang.

Namun kisah hidupnya tak hanya soal gol dan kemenangan. Saat Perang Dunia I pecah, Fuchs ikut berperang sebagai perwira artileri dan dianugerahi medali kehormatan Iron Cross.

Tapi pengabdiannya tak cukup menyelamatkannya dari diskriminasi rezim Nazi hanya karena ia keturunan Yahudi.

Pada 1930-an, namanya dihapus dari sejarah resmi federasi sepak bola Jerman. Untuk menghindari penindasan, Fuchs melarikan diri dari Jerman, tinggal di Inggris, dan akhirnya menetap di Kanada hingga wafat di Montreal pada 1972.

Meski jasanya lama dikaburkan, Fuchs tetap dikenang oleh para sejarawan olahraga sebagai salah satu pionir besar sepak bola Jerman. Rekor 10 golnya di Olimpiade bertahan hampir 90 tahun, sebelum akhirnya dipecahkan oleh Archie Thompson yang mencetak 13 gol untuk Australia melawan Samoa Amerika pada 2001.

Namun dalam konteks sejarah, banyak yang menilai pencapaian Fuchs tetap lebih bernilai—karena terjadi di era awal sepak bola modern, tanpa keunggulan fisik, taktik canggih, dan industri komersial seperti saat ini.