• Sport

Ini Strategi Halus Klub Top Menarik Pemain Incaran

Vaza Diva | Rabu, 09/07/2025 23:30 WIB
Ini Strategi Halus Klub Top Menarik Pemain Incaran Penyerang Manchester United, Rasmus Hojlund (Foto: Futball)

Jakarta, Katakini.com - Dalam era sepak bola modern, proses perekrutan pemain tidak lagi hanya soal tawaran gaji besar atau pamor klub semata.

Di balik layar, ada strategi cermat yang dirancang oleh pemandu bakat dan direktur olahraga, yang sering kali tak disadari oleh publik umum.

Mereka tidak sekadar menilai kemampuan teknis pemain di atas lapangan. Klub-klub top kini menjalin komunikasi mendalam dengan lingkar terdekat pemain, yakni keluarga, agen, bahkan tokoh panutan si pemain.

Pendekatan emosional dan psikologis ini disebut jauh lebih ampuh daripada sekadar bujukan angka besar di kontrak.

Salah satu pendekatan yang umum dilakukan adalah melalui "jalur sunyi", yakni menjalin hubungan diam-diam dengan pihak keluarga atau agen sebelum proposal resmi diajukan. Contoh paling mencolok adalah kepindahan Jude Bellingham ke Real Madrid.

Meski klub-klub Inggris seperti Liverpool dan Manchester City mengajukan tawaran menggiurkan, Real Madrid sukses membangun kedekatan lebih dahulu dengan keluarga sang pemain.

Mereka tidak menjanjikan kekayaan instan, melainkan warisan jangka panjang serta posisi penting dalam sejarah klub. Pendekatan ini yang akhirnya membuat Bellingham menjatuhkan pilihan ke Santiago Bernabéu.

Dalam upaya perekrutan, klub juga kerap memanfaatkan figur legendaris sebagai alat persuasi. Barcelona, contohnya, pernah mengutus Xavi Hernández secara langsung ketika mencoba menarik pemain incaran.

Kehadiran legenda hidup klub tentu memberi dampak emosional yang tak ternilai bagi calon pemain muda.

Kisah Gabriel Martinelli bersama Arsenal adalah contoh lain dari strategi personalisasi. Sebelum ia dikenal luas di Brasil, Arsenal telah mengundangnya ke London Colney.

Di sana, ia diperkenalkan langsung kepada staf pelatih, diajak makan bersama, bahkan diajak menjelajah stadion. Hubungan yang dibangun di momen awal inilah yang membuat Martinelli merasa "diperlukan", hingga akhirnya menerima tawaran The Gunners dengan hati mantap.

Sementara itu, di Bundesliga, klub-klub seperti Borussia Dortmund dan RB Leipzig mengandalkan pendekatan sistematis.

Mereka bukan hanya menyodorkan kontrak, tetapi juga peta karier lengkap, yaitu posisi yang akan dimainkan, target statistik, jaminan menit bermain, hingga strategi pelepasan ke klub elit Eropa di masa depan.

Model ini sangat menarik bagi pemain muda karena memberi jaminan arah dan progres karier jangka panjang—sesuatu yang menjadi kekhawatiran besar dalam dunia sepak bola profesional.

Di era digital, bahkan media sosial pun tak luput dimanfaatkan. Ada klub yang sengaja menyebar cuplikan video aksi pemain incaran di platform seperti Instagram atau TikTok untuk membangun hype.

Ketika atensi sudah tercipta, mereka datang dengan tawaran sebagai "jembatan menuju panggung utama".

Contoh sukses lainnya adalah transfer Rasmus Højlund ke Manchester United. Klub raksasa Inggris itu diketahui mengamati sang pemain lewat perpaduan observasi lapangan dan data analitik selama berbulan-bulan sebelum mengambil keputusan final.

Meski begitu, strategi-strategi canggih ini tetap memiliki batas etis. Regulasi FIFA dan UEFA melarang interaksi langsung kepada pemain di bawah umur tanpa persetujuan klub asalnya.

Namun, pendekatan melalui pihak ketiga, entah itu keluarga, mantan pelatih, atau idola si pemain menjadi celah yang sering digunakan.

Apa pun caranya, satu hal jelas: perekrutan pemain kini adalah kombinasi seni, analisis data, psikologi, dan relasi personal. Bagi klub-klub besar, sukses menggaet pemain bukan hanya menang di bursa, tetapi juga menang dalam pendekatan manusiawi.