Jakarta, Katakini.com - Nomor punggung dalam sepak bola sering kali punya makna lebih dari sekadar penanda identitas pemain.
Dalam banyak kesempatan, angka tersebut berubah jadi simbol warisan, bentuk penghormatan, bahkan penanda duka mendalam.
Beberapa klub memilih untuk mengabadikan nomor tertentu dengan tidak lagi memakainya. Ini jadi wujud penghargaan terhadap pemain yang telah menorehkan jejak penting dalam sejarah mereka.
Walaupun kepergian sang pemain, terutama kematian sering jadi pemicu utama, alasan di balik keputusan memensiunkan nomor punggung sebenarnya lebih luas dan kompleks.
Tradisi ini mulai populer sejak akhir 1990-an, dengan AC Milan jadi pelopor. Rossoneri mengambil langkah berani dengan memensiunkan nomor 6 milik legenda mereka, Franco Baresi.
Sejak saat itu, banyak klub besar di Eropa dan seluruh dunia mengikuti jejak ini, masing-masing dengan alasan yang kuat dan penuh emosi.
Nomor punggung yang dipensiunkan bukan cuma dihapus dari daftar; ia membawa serta kisah yang akan terus dikenang oleh generasi penggemar berikutnya.
Klub memensiunkan nomor untuk menghormati pemain yang mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk satu tim. Contohnya ialah Franco Baresi yang menghabiskan lebih dari dua dekade di AC Milan atau Paolo Maldini yang menjadi kapten legendaris klub tersebut.
Dengan menghentikan pemakaian nomor punggung mereka, klub ingin memastikan bahwa dedikasi semacam itu tak akan dilupakan.
Kematian mendadak seorang pemain sering kali mendorong klub untuk memensiunkan nomornya sebagai bentuk belasungkawa dan penghormatan terakhir. Salah satu kasus paling dikenal adalah Marc-Vivien Foé yang meninggal dunia saat bermain untuk tim nasional Kamerun.
Selain itu, Manchester City memensiunkan nomor 23 yang pernah dikenakan Marc-Vivien Foe. Yang terbaru, Liverpool memensiunkan nomor punggung 20 usai Diogo Jota tewas dalam kecelakaan tunggal.
Beberapa pemain tidak hanya berjasa di lapangan, tetapi juga membentuk identitas klub. Diego Maradona adalah contoh paling nyata. Setelah membawa Napoli ke puncak kejayaan, nomor 10 miliknya dipensiunkan sebagai penghormatan atas perannya yang melampaui dunia olahraga.
Beberapa pemain mencatat rekor yang begitu monumental sehingga klub merasa tidak ada yang layak lagi mengenakan nomor tersebut. Bobby Moore di West Ham United adalah contoh yang relevan.
Moore menjadi ikon pertahanan Inggris dan kapten saat negara itu menjuarai Piala Dunia 1966. West Ham kemudian memensiunkan nomor 6 untuk menghormatinya.
Kadang, nomor punggung punya makna yang jauh lebih dalam dari sekadar angka. Di Ajax Amsterdam, nomor 14 begitu erat dengan Johan Cruyff hingga sempat tidak dipakai secara rutin.
Meski secara teknis tidak dipensiunkan karena aturan liga, klub tetap menghormati warisan angka tersebut sebagai bagian dari sejarah besar mereka.
Dalam beberapa situasi unik, keputusan memensiunkan nomor juga dipengaruhi oleh permintaan pribadi pemain atau keluarganya. Paolo Maldini pernah menyatakan bahwa nomor 3 miliknya hanya boleh dipakai lagi jika salah satu anaknya bermain untuk tim utama Milan.
Klub menyetujui syarat itu dan hingga kini aturan tersebut masih berlaku.