JAKARTA - Komisi V DPR RI bersama para pakar dan akademisi dari sejumlah perguruan tinggi untuk membahas persoalan Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol, yang belakangan menjadi sorotan publik seiring dengan kenaikan tarif sejumlah ruas tol.
Ketua Komisi V DPR RI Lasarus membuka rapat dengan menegaskan bahwa kenaikan tarif tol seharusnya tidak boleh dilakukan jika SPM belum terpenuhi.
“Pertanyaan besar kita adalah ketika pemerintah menyetujui kenaikan tarif jalan tol, apakah pada saat itu kondisi jalan tol sudah memenuhi ketentuan undang-undang atau belum?” kata Lasarus di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Jalan mengatur dengan tegas soal pemenuhan SPM sebagai syarat wajib untuk penyesuaian tarif.
“SPM itu wajib. Dipenuhi dulu, baru boleh disetujui kenaikan tarif jalan tol,” tegasnya.
Lanjutnya, Ia juga menyampaikan keluhan masyarakat soal banyaknya ruas jalan tol yang masih memiliki persoalan serius, seperti jalan berlubang, lampu penerangan yang tidak berfungsi, hingga kemacetan panjang di gerbang tol.
“Di aturan, antrean di gerbang tol itu tidak boleh lebih dari 10 kendaraan. Tapi yang terjadi, kita bisa antri sampai berkilo-kilometer,” ucapnya.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu bahkan menyinggung buruknya kondisi rest area yang tidak layak dan justru memunculkan rest area berbayar. “Rest area-nya kotor, WC-nya bau, lalu keluar masuk rest area malah bikin macet dan membahayakan pengguna jalan,” ujar dia.
Tambahnya, penegakan aturan saat ini juga masih lemah. Padahal sesuai ketentuan di Pasal 51B Undang-Undang Jalan, jika SPM tidak terpenuhi, BUJT bisa dikenakan sanksi mulai dari teguran tertulis, penundaan penyesuaian tarif, denda administratif, hingga pencabutan konsesi.
“Tapi coba tanya, pernah enggak ada pengusahaan jalan tol yang dicabut gara-gara melanggar SPM? Saya belum pernah dengar,” tegasnya.
Karena itu, Ia menegaskan bahwa Panja Komisi V DPR RI meminta pemerintah tidak menaikkan tarif jalan tol sebelum SPM benar-benar terpenuhi.
“Kalau tidak kita urai, akan jadi kebiasaan. Dua tahun sekali tarif tol naik, mau jalannya berlubang, genangan air, atau kecelakaan terjadi, tetap saja naik tarif. Masyarakat tidak punya pilihan, masuk harus bayar sesuai yang ditentukan,” katanya.
Melalui forum RDP ini, Komisi V berharap para akademisi dapat memberikan masukan dan data pembanding yang kuat terkait pelaksanaan SPM jalan tol di Indonesia.
“Kami undang Bapak-Bapak para akademisi ini supaya kami bisa dapat masukan yang benar, supaya kami bisa kuat secara data, dan kami bisa mengawal kebijakan ini demi kepentingan masyarakat,” pungkasnya.