JENEWA - Pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki Israel, Francesca Albanese, menyebut bahwa Israel telah melakukan salah satu genosida paling kejam dalam sejarah modern. Tel Aviv juga menjadikan Gaza sebagai tempat uji coba senjata.
Ia menyerukan tindakan internasional yang menyeluruh, termasuk embargo senjata internasional penuh dan penangguhan hubungan perdagangan dan investasi.
"Situasi di wilayah Palestina yang diduduki sangat mengerikan," kata Francesca Albanese kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, saat menyampaikan laporan terbarunya, Kamis (3/7/2025).
"Di Gaza, warga Palestina terus mengalami penderitaan yang tak terbayangkan. Israel bertanggung jawab atas salah satu genosida paling kejam dalam sejarah modern," ujarnya sebagaimana dikutip Antaranews.com dari Anadolu, Jumat (4/7/2025).
Albanese mengatakan angka resmi menunjukkan lebih dari 200.000 warga Palestina tewas atau luka-luka, tetapi sejumlah ahli kesehatan terkemuka memperkirakan "jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi."
Ia mengecam apa yang disebut Yayasan Kemanusiaan Gaza – mekanisme bantuan baru Israel di Gaza, yang dikaitkan dengan ratusan kematian hingga saat ini – sebagai "jebakan maut, yang dirancang untuk membunuh atau memaksa penduduk yang kelaparan, dibombardir, dan kurus untuk mengungsi."
Keuntungan dari genosida
Ia dengan sedih menyoroti keuntungan ekonomi yang diperoleh selama perang, dengan mencatat bahwa dalam 20 bulan terakhir, perusahaan senjata telah meraup untung besar dengan memasok senjata yang digunakan Israel untuk membombardir Gaza.
"Perusahaan senjata telah menghasilkan laba yang mendekati rekor dengan memperlengkapi Israel dengan persenjataan canggih untuk melepaskan 85.000 ton bahan peledak – enam kali kekuatan Hiroshima – untuk menghancurkan Gaza," tuturnya.
Laporan tersebut juga menunjukkan keuntungan 213 persen di Bursa Efek Tel Aviv sejak Oktober 2023, menggambarkan kontras yang mencolok: "Satu orang diperkaya, satu orang dihapuskan."
Sembari menuduh Israel menggunakan perang untuk "menguji senjata baru, pengawasan khusus, pesawat nirawak yang mematikan, (dan) sistem radar," Albanese memperingatkan bahwa ketidakberdayaan Palestina telah menjadikannya "laboratorium ideal bagi kompleks industri-militer Israel."
Ia menyebutkan 48 nama pelaku korporasi, termasuk produsen senjata, bank, perusahaan teknologi, raksasa energi, dan lembaga akademis, menuding bahwa mereka terkait langsung dengan "ekonomi pendudukan" yang lebih luas yang menopang tindakan Israel.
Di antara perusahaan yang terlibat langsung dengan genosida Israel di Gaza yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah Amazon, Microsoft, BNP Paribas, Booking, dan Korean HD Hyundai.
"Senjata dan sistem data menganiaya dan mengawasi warga Palestina," tambahnya.
"Koloni-koloni menyebar – dibiayai oleh bank dan perusahaan asuransi, didukung oleh bahan bakar fosil, dan dinormalisasi oleh platform pariwisata, jaringan supermarket, dan lembaga akademis," ungkapnya.
Selanjutnya, dalam jumpa pers di Jenewa, Albanese mengatakan telah secara resmi memberitahukan semua perusahaan yang disebutkan dalam laporannya, dan menyampaikan kepada mereka fakta-fakta yang ditemukan sebagai pelanggaran hukum internasional.
Ia menekankan bahwa pekerjaannya melampaui apa yang telah dilakukan dalam kasus-kasus serupa lainnya.
"Untuk masing-masing kasus, saya telah memberikan analisis terperinci, analisis hukum kasus per kasus," ujarnya.
"Dari analisis tersebut saya menemukan ketidaksesuaian kasus-kasus tersebut dengan hukum internasional yang mengakibatkan pelanggaran hak untuk menentukan nasib sendiri, pelanggaran hak asasi manusia lainnya, dan bahkan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan, dan sampai batas tertentu, dapat terlibat dalam kejahatan genosida," katanya.
Menurut Albanese, 18 perusahaan menanggapi temuannya itu, sementara yang lain tidak. Dari 18 perusahaan tersebut, ia mengatakan bahwa "hanya sebagian kecil" yang bekerja sama dengannya dengan itikad baik, sementara sisanya menyangkal kesalahan mereka.
Mengacu pada mereka yang menyangkal, ia berkata: "Mereka tidak memahami hukum internasional dengan jelas. Mereka berpikir bahwa hukum internasional ada untuk membuat-buat alasan."
`Tanggung jawab untuk abstain` atau putus hubungan dengan `ekonomi pendudukan`
Berdasarkan hukum internasional, kata Albanese, bahkan hubungan minimal dengan sistem tersebut memiliki tanggung jawab yang jelas.
"Ada tanggung jawab prima facie pada setiap negara dan badan usaha untuk sepenuhnya menjauhkan diri dari atau mengakhiri hubungan mereka dengan ekonomi pendudukan ini," tuturnya.
Albanese menyerukan langkah-langkah tegas kepada negara-negara anggota PBB.
"Negara-negara anggota harus memberlakukan embargo senjata penuh terhadap Israel, menangguhkan semua perjanjian perdagangan dan hubungan investasi, serta menegakkan akuntabilitas, memastikan bahwa badan usaha menghadapi konsekuensi hukum atas keterlibatan mereka dalam pelanggaran serius terhadap hukum internasional," tegasnya.
Ia juga meminta para pelaku bisnis untuk bertindak, dengan menekankan: "Badan-badan usaha harus segera menghentikan semua kegiatan usaha dan mengakhiri hubungan yang secara langsung terkait dengan, yang berkontribusi terhadap, dan yang menyebabkan pelanggaran HAM dan kejahatan internasional terhadap rakyat Palestina."
Albanese mengaku tidak lagi percaya bahwa ketidaktahuan atau ideologi adalah penjelasan yang cukup untuk ketidakpedulian global. "Dalam menghadapi genosida - yang begitu nyata, dan disiarkan langsung - penjelasan-penjelasan ini tidak cukup."
Ia mengakhiri penyampaian laporannya dengan seruan bagi masyarakat sipil untuk memainkan perannya.
"Serikat pekerja, pengacara, kelompok masyarakat sipil, dan warga biasa harus mendorong perubahan perilaku tersebut dari sisi bisnis dan pemerintah dengan mendesak boikot, divestasi, sanksi, dan akuntabilitas. Apa yang terjadi selanjutnya bergantung pada kita semua," katanya.
Sumber: Anadolu