• Oase

Profil Ayatollah Khamenei, Supreme Leader of Iran

M. Habib Saifullah | Selasa, 24/06/2025 15:35 WIB
Profil Ayatollah Khamenei, Supreme Leader of Iran Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei (Foto: Office of the Iranian Leader/AP)

Jakarta, Katakini.com - Pemimpin Agung Iran, Ayatollah Sayyid Ali Hosseini Khamenei menjadi sorotan dunia di tengah konflik bersenjata Iran-Israel, yang kini berhasil menarik Amerika Serikat ke arena konflik di Timur Tengah.

lahir pada 19 April 1939 di kota suci Mashhad, Iran, Khamenei merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya, Sayyid Javad Khamenei, adalah seorang ulama sederhana dan mujtahid berkebangsaan Azerbaijani yang merantau dari Najaf, Irak, sedangkan ibunya, Khadijeh Mirdamadi, berasal dari keluarga Persia religius dari Yazd.

Keluarga besar ini tumbuh dalam lingkungan keagamaan yang kuat, di mana dua saudaranya juga mengejar karier sebagai ulama .

Sejak usia empat tahun, Khamenei telah mengenyam pendidikan dasar agama di mashhad—belajar Al‑Qur’an di maktab dan mengikuti pendidikan formal di sekolah dasar Islam Dianati sambil mendalami ilmu Qur’an dari para qurra di kota suci itu.

Pada usia 18 tahun, ia melanjutkan pemeriksaan keilmuan ke Najaf yang terkenal sebagai pusat ulama Syiah, sebelum kembali ke Iran untuk melanjutkan studinya di Qom sejak 1958, di bawah bimbingan ulama-ulama besar seperti Ayatollah Hossein Borujerdi dan Ruhollah Khomeini.

Selama berada di Qom, Khamenei aktif dalam gerakan oposisi terhadap rezim Shah Mohammad Reza Pahlavi. Ia ditangkap setidaknya enam kali dan pernah diasingkan selama tiga tahun karena aktivitas politiknya.

Peran ini menjadikannya figur penting selama Revolusi Iran 1978–1979, yang kemudian membawanya bergabung ke Dewan Revolusi dan menjabat berbagai posisi penting dalam pemerintahan baru.

Segera setelah revolusi, Khamenei diangkat menjadi Imam Shalat Jumat di Tehran pada Januari 1980, sekaligus menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan dan mengawasi pasukan Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam Perang Iran–Irak.

Pada 27 Juni 1981, ia menjadi korban percobaan pembunuhan oleh Mujahedin-e Khalq ketika sebuah bom tape recorder meledak di sampingnya. Serangan ini melumpuhkan lengan kanannya, menyebabkan ia kehilangan sebagian fungsi motorik.

Pada Oktober 1981, hanya beberapa bulan setelah percobaan pembunuhan, Khamenei terpilih sebagai Presiden Iran ketiga, menggantikan Mohammad-Ali Rajai yang tewas. Dia kemudian terpilih kembali pada 1985 dan menjabat sampai 1989, periode yang menegaskan posisi republik teokratis dalam konteks perang dan pembangunan nasional.

Setelah wafatnya Imam Khomeini pada 1989, Khamenei terpilih sebagai Supreme Leader (Rahbar) oleh Majelis Ahli. Keputusannya memerlukan perubahan konstitusi karena ia belum memiliki gelar marja’.

Penunjukan tersebut menandai dimulainya kepemimpinannya—yang kini menjadi masa jabatan terlama di Timur Tengah hingga tahun 2025.

Sebagai pemimpin tertinggi, Khamenei memegang kendali luas terhadap lembaga negara, militer, intelijen, dan institusi religius, serta menerbitkan fatwa penting, termasuk larangan produksi senjata nuklir berdasarkan fatwa agama.

Ia juga mendorong kemajuan ilmiah, riset stem cell dan teknologi tinggi, serta mendorong privatisasi ekonomi untuk membantu membebaskan Iran dari dominasi industri negara dan mencapai kemandirian energi .

Di ranah personal, Khamenei menikah dengan Mansoureh Khojasteh Bagherzadeh dan dikaruniai enam anak. Ia dikenal menguasai beberapa bahasa—Persia, Arab, dan Azerbaijani—serta gemar membaca karya sastra dunia, menulis puisi dengan nama pena “Amin”, dan memainkan tar, alat musik tradisional Iran