Jakarta, Katakini.com - Piala Dunia dikenal sebagai ajang paling bergengsi dalam dunia sepak bola, mempertemukan para pesepak bola top dan pelatih-pelatih terbaik dari seluruh penjuru dunia dalam pertarungan memperebutkan gelar juara paling prestisius.
Di tengah sorotan terhadap aksi gemilang pemain dan strategi pelatih, tersimpan satu fakta menarik yang kerap luput dari perhatian: sepanjang sejarah turnamen ini, belum pernah ada satu pun negara yang berhasil menjuarai Piala Dunia dengan pelatih dari luar negaranya.
Sejak edisi perdana di Uruguay pada 1930 hingga Piala Dunia terakhir di Qatar tahun 2022, setiap tim nasional yang meraih gelar juara selalu ditukangi oleh pelatih lokal, yakni pelatih yang memiliki kewarganegaraan yang sama dengan negara yang dibelanya.
Fenomena ini menjadi catatan unik dalam sejarah Piala Dunia, seolah menunjukkan bahwa untuk menjadi yang terbaik di dunia, kepercayaan terhadap pelatih dari tanah sendiri masih menjadi kunci utama.
Bahkan pelatih kelas dunia yang punya reputasi hebat di level klub, tak sekalipun berhasil mematahkan tradisi ini ketika melatih tim asing.
Beberapa pelatih asing memang sempat mendekati gelar juara. George Raynor asal Inggris membawa Swedia ke final pada 1958. Ernst Happel asal Austria sukses mengantar Belanda ke final tahun 1978.
Sayangnya, kedua pelatih asing ini kalah dari tim tuan rumah, dan mimpi menjadi pelatih asing pertama yang juara dunia pun kandas di ambang sejarah.
Banyak pengamat menyebut ada alasan kuat di balik dominasi pelatih lokal. Salah satunya adalah faktor nasionalisme dan kedekatan budaya. Tim nasional adalah simbol identitas negara.
Federasi umumnya lebih percaya pelatih yang tumbuh dalam kultur sepak bola lokal, menguasai bahasa, dan memahami karakter masyarakatnya.
Waktu yang terbatas juga jadi penghalang utama. Berbeda dengan klub yang berlatih setiap hari, tim nasional hanya berkumpul beberapa kali dalam setahun.
Dalam kondisi seperti ini, pelatih yang tidak menguasai bahasa lokal atau tidak memahami kebiasaan sosial setempat akan kesulitan membangun koneksi dengan para pemain.
Tak sedikit pelatih asing yang mencoba peruntungan, namun mereka cenderung melatih tim-tim dari negara berkembang dalam sepak bola, seperti timnas di Asia, Afrika, atau Amerika Tengah.
Sementara negara-negara kuat seperti Brasil, Jerman, Prancis, Italia, dan Argentina selalu menunjuk pelatih dari dalam negeri untuk menjaga kontinuitas filosofi permainan mereka.
Staf teknis dan federasi juga lebih mudah bekerja dengan pelatih lokal. Bahasa yang sama mempermudah diskusi, proses scouting pemain lebih efisien, dan pelatih lokal umumnya paham konteks sosial dan politik yang sering ikut mempengaruhi pemilihan pemain timnas.
Menariknya, tren ini berbeda dengan di level klub. Banyak pelatih asing yang sukses besar menangani tim luar negaranya. Pep Guardiola, José Mourinho, Carlo Ancelotti hingga Zinedine Zidane pernah membawa klub-klub non-negara asal meraih Liga Champions dan gelar domestik. Tapi konteks tim nasional jauh lebih kompleks.
Dengan pola seperti ini, bukan tidak mungkin suatu hari nanti akan ada pelatih asing yang bisa mengangkat trofi Piala Dunia bersama tim negara lain, termasuk hal yang coba dilakukan Brasil bersama Carlo Ancelotti. Setidaknya hingga kini, sejarah masih membuktikan sebaliknya.