Jakarta, Katakini.com - Ondel-ondel bukan sekadar boneka besar yang memeriahkan setiap sudut kota. Lepas dari arak-arakan dan tepukan gamelan, figur ini merupakan lambang warisan spiritual dan sosial yang mengakar kuat dalam identitas Betawi serta Jakarta secara keseluruhan.
Kehadirannya bukan semata untuk tontonan, melainkan bagian dari tradisi untuk menolak bala dan mengundang berkah ke setiap acara penting.
Diperkirakan sudah ada sejak sebelum tahun 1600, ondel-ondel awalnya dikenal sebagai bentuk barongan, boneka raksasa yang dipercaya sebagai penolak roh jahat yang mengintai kampung.
Sejarawan menemukan catatan W. Scott, pedagang Inggris, saat melihat arak-arakan boneka semacam ini dalam prosesi adat Sunda Kelapa. Kemudian E.R. Scidmore mencatat kehadirannya dalam catatan perjalanan ke Batavia di akhir abad ke-19, menegaskan bahwa tradisi ini berakar dalam ritual rakyat sejak lama.
Dalam tradisi Betawi, ondel-ondel awalnya dianggap sebagai boneka pelindung yang disertai upacara tolak bala. Ritualnya dilakukan sebelum pembuatan boneka, dengan persembahan dupa, bunga tujuh rupa, dan bubur sebagai simbol memanggil roh leluhur agar menjaga desa dari marabahaya.
Bentuk ondel-ondel biasanya sepasang—laki-laki dan perempuan—dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Rangka bambunya dihias kain tradisional serta topeng kayu dengan rambut ijuk.
Warna kulitnya pun memiliki simbol masing-masing: merah untuk yang laki-laki melambangkan keberanian, sementara putih pada yang perempuan mewakili kesucian dan ketenangan hati.
Saat era kolonial akhir dan awal kemerdekaan, ondel-ondel mulai mengalami transformasi. Ia tidak lagi menakutkan, melainkan ramah dan mengundang tawa.
Eks Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin bahkan menetapkan ondel-ondel sebagai maskot Jakarta, menjadikannya bagian dari acara penyambutan tamu kenegaraan, pernikahan, bahkan peresmian gedung dengan iringan musik Betawi seperti tanjidor dan gambang kromong.
Saat ini, ondel-ondel juga kerap ditampilkan dalam festival budaya, perayaan HUT Jakarta, serta gerakan pelestarian tradisi Betawi. Salah satu tokoh seperti Yahya Andi Saputra dari Lembaga Kebudayaan Betawi menegaskan bahwa simbol ini adalah "identitas warga Betawi dan Jakarta secara keseluruhan".
Kini, ondel-ondel tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari wajah kota Jakarta. Ia hadir dalam arak-arakan budaya, festival, maupun tampilan urban, seolah menjadi pengingat bahwa di balik era modern, ada akar spiritual yang harus terus dipelihara