Jakarta, Katakini.com - Gunung Lewotobi yang terletak di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, menyuguhkan pemandangan unik sebagai gunung kembar dengan satu puncak disebut Laki-Laki dan yang lain Perempuan.
Dari jauh, keduanya tampak seolah identik, tetapi jika diperhatikan lebih seksama, perbedaan fisik dan perilaku vulkaniknya cukup mencolok. Masyarakat lokal bahkan meyakini bahwa keduanya memiliki karakter dan `peran` berbeda dalam harmoni alam.
Secara struktural, kedua puncak berada hanya sekitar dua kilometer satu sama lain, tetapi memiliki elevasi yang berbeda signifikan. Perempuan lebih tinggi, sedangkan Laki-Laki lebih kecil dan lebih aktif.
Perbedaan ini bukan hanya soal ketinggian, melainkan juga memengaruhi kawah, jenis letusan, tingkat kegempaan, dan implikasi mitigasi bencana yang diterapkan.
Gunung Lewotobi Perempuan memiliki ketinggian sekitar 1.703 mdpl, sedangkan Laki-Laki lebih rendah di 1.584 mdpl. Kawah Perempuan juga lebih besar yaitu berdiameter sekitar 700 meter, sementara kawah Laki-Laki hanya mencapai 400 meter.
Faktor paling mencolok adalah frekuensi dan intensitas erupsi. Lewotobi Laki-Laki adalah yang paling aktif dari kakak-adiknya, dengan sejarah letusan sejak abad ke-19 hingga yang terbaru pada 2023–2025, sering disertai kolom abu setinggi ratusan hingga ribuan meter dan peningkatan status aktivitas ke Level IV (Awas).
Pemantauan seismik menunjukkan Laki-Laki mengalami frekuensi gempa vulkanik dalam dan dangkal jauh lebih tinggi dibanding Perempuan, terutama sebelum letusan besar. Peningkatan gempa ini menjadi indikator utama PVMBG untuk menaikkan status dari Waspada (Level II) ke Siaga (Level III) atau Awas (Level IV).
Karena kawah yang lebih kecil dan aktivitas lebih intens, Lewotobi Laki-Laki lebih cepat memengaruhi daerah sekitarnya. Status kewaspadaan yang sering mencapai Level III–IV mengakibatkan penerapan wilayah larangan aktivitas hingga radius 2–5 km. Sementara itu, Perempuan pada umumnya tetap berada di Level normal dan memerlukan surveilans, bukan evakuasi massal.
Meski namanya berdasarkan jenis kelamin, keduanya disebut sebagai pasangan suami - istri oleh masyarakat lokal. Ketika Laki-Laki "marah" (meletus), diyakini menandakan ketidakharmonisan spiritual, sementara Perempuan, lebih tenang, mewakili kesabaran.
Karena sifatnya, strategi mitigasi untuk Laki-Laki menuntut kesiapan tinggi. PVMBG menempatkan pos pengamatan di Desa Pululera dan menetapkan status Zona Waspada hingga larangan aktivitas mendekat hingga 5 km. Perempuan, dalam kondisi normal, hanya dikenai pembatasan khusus seperti larangan camping di kawah.
Ketika berada dalam masa normal, Lewetobi Perempuan relatif aman untuk pendakian tetapi tetap diawasi. Sementara Laki-Laki menjadi destinasi lebih berisiko, terkadang wisata sempat dibatasi atau dibuka kembali sesuai pergerakan status.