JAKARTA – Dalam momentum peringatan Hari Gastronomi Berkelanjutan 2025, Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA) menegaskan pentingnya peran seluruh pemangku kepentingan dalam menekan angka susut dan sisa pangan (SSP) atau Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kewaspadaan Pangan NFA Nita Yulianis dalam sambutannya pada acara yang diselenggarakan bersama Indonesian Gastronomy Community (IGC) di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Mengangkat tema “Kurangi Limbah Makanan Demi Gastronomi yang Berkelanjutan”, acara ini menjadi momentum nasional untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor guna mewujudkan sistem pangan yang efisien, adil, dan ramah lingkungan.
Dalam kesempatan ini, Nita mengajak seluruh pelaku sistem pangan untuk menyadari betapa berharganya setiap butir pangan yang tersaji di meja makan. Ia menekankan bahwa perjalanan pangan dari hulu ke hilir melibatkan banyak pihak dan investasi besar, mulai dari petani, peternak, nelayan, hingga industri pengolahan dan distribusi.
“Satu butir nasi yang kita makan adalah hasil dari kerja keras banyak pihak dan proses panjang. Maka, membuang makanan sama artinya dengan menyia-nyiakan seluruh usaha tersebut,” ujarnya.
Nita menegaskan jika biaya menghasilkan pangan tidak hanya mencakup harga beli, tetapi juga mencerminkan upaya besar pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga, peran industri pangan, serta kerja keras petani, peternak, dan nelayan.
Dalam upaya mencegah Food Loss and Waste (FLW) atau kita kenal dengan istilah Susut dan Sisa Pangan (SSP), sesuai RPJMN 2025-2029 terdapat target persentase penyelamatan pangan sebesar 3-5% per tahun, ungkap Nita.
“Indonesia, juga memadukan pencapaian dua komitmen global, yakni Sustainable Development Goals (SDGs) ke-12 poin 3, yaitu mengurangi 50% food waste per kapita di tingkat retail dan konsumen; serta menghubungkan juga dengan target SDGs ke-2, menuju Zero Hunger di tahun 2030,” terangnya.
Sejalan dengan kajian Bappenas tahun 2021, Nita menyebut bahwa potensi susut dan sisa makanan di Indonesia mencapai 23–48 juta ton per tahun, setara 115–184 kg per orang per tahun. Jika dimanfaatkan sebagai edible food waste, jumlah ini cukup memberi makan 61–125 juta orang, atau sekitar 29–47% populasi Indonesia.
“Mengusung pendekatan “Better Nutrition, Better Behavior, Better Collaboration”, NFA telah meluncurkan Gerakan Selamatkan Pangan yang melibatkan mitra dari seluruh elemen pentahelix yakni Academics, Business, Community, Government dan Media,” ungkap Nita.
Untuk memperkuat komitmen tersebut, NFA juga telah menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan sembilan mitra strategis dari 6 asosiasi industri dan layanan makanan yakni HIPPINDO, APRINDO, PHRI, GAPMMI, APJI dan APPBI serta 3 organisasi penyelamatan pangan (bank pangan) yakni Foodbank of Indonesia, FoodCycle Indonesia dan Yayasan Surplus Peduli Pangan.
Ketua IGC Ria Musiawan mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari Call for Actions IGC yang disuarakan tahun lalu yang memuat tiga ajakan yaitu kurangi limbah makanan, cintai pangan lokal dan terapkan pola makan sehat dan berkelanjutan.
“Tahun ini Call for Actions IGC bersama Badan Pangan Nasional dan seluruh mitra pelaku gastronomi, mengajak kita bersama berkomitmen untuk mengurangi limbah makanan demi gastronomi berkelanjutan dengan melakukan yang pertama, mulai dari piring sendiri, ambil secukupnya, habiskan sepenuhnya. Kedua, dukung restoran dan pelaku gastronomi yang berkomitmen pada zero food waste. Ketiga, jadilah bagian dari perubahan
dengan mengubah cara kita makan, demi masa depan yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Menurutnya hal ini merupakan salah satu bentuk komitmen bersama untuk mewujudkan praktik gastronomi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, budaya, dan masa depan bangsa.
“Kami dr IGC sebagai komunitas yang peduli terhadap pengembangan gastronomi sangat mengapresiasi Badan Pangan Nasional atas kolaborasi dan dukungan penuh atas terselenggara nya acara ini dan telah menjadi teladan atas inisiatif dan pengelolaan gastronomi yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyampaikan bahwa isu gastronomi berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan ketahanan dan kemandirian pangan nasional.
“Dengan turut berperan dalam upaya penyelamatan pangan, kita turut menjaga lingkungan, mendukung petani lokal, dan mengurangi tekanan terhadap sistem pangan nasional,” ujar Arief
Hal ini pun sejalan dengan amanat dalam Perpres 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal.
“Perpres 81 Tahun 2024 memperkuat upaya kita membangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan serta mendorong implementasi gerakan penganekaragaman konsumsi pangan, juga promosi dan edukasi mengenai pangan lokal, bersama pemerintah, masyarakat, dan para pelaku usaha,” ungkap Arief.
Ia pun menyampaikan apresiasi atas inisiatif IGC yang telah menginisiasi peringatan Hari Gastronomi Berkelanjutan tahun ini, serta berkomitmen dalam upaya penyelamatan pangan. Arief meyakini jika ajakan aksi nyata (Call for Action) dan penandatanganan komitmen bersama ini menjadi tonggak penting dalam gerakan penyelamatan pangan.
“Kolaborasi ini adalah wujud konkret sinergi nasional upaya penyelamatan pangan. Kami mengajak seluruh pelaku jasa boga dan usaha makanan untuk berpartisipasi aktif,” ujar Arief.
Hadir selaku narasumber dalam Talkshow adalah Dewan Pembina IGC Ninuk Pambudi, Direktur Kewaspadaan Pangan NFA Nita Yulianis, Ketua IGC Ria Musiawan, Sekjen IGC Ray Wagiu Basrowi dan Chef Rafael Basanto.