• Sport

Jejak Maskot Piala Dunia dari 1998 hingga Kini, Siapa yang Paling Ikonik?

Vaza Diva | Selasa, 17/06/2025 14:30 WIB
Jejak Maskot Piala Dunia dari 1998 hingga Kini, Siapa yang Paling Ikonik? Ilustrasi - Footix, maskot Piala Dunia 1998 (Foto: Pinterest)

Jakarta, Katakini.com - Dalam setiap perhelatan Piala Dunia, bukan hanya pertandingan antarnegara yang menjadi sorotan, tetapi juga kehadiran maskot resmi yang kerap mencuri perhatian publik.

Karakter unik ini tak hanya sekadar pemanis visual di panggung promosi, melainkan juga simbol budaya dan semangat dari negara tuan rumah.

Perjalanan maskot Piala Dunia modern dimulai pada tahun 1998, saat Prancis memperkenalkan Footix—seekor ayam jantan berwarna biru yang mengenakan kostum tim nasional.

Hewan ini merupakan lambang tradisional Prancis dalam dunia olahraga, dan desain Footix memadukan identitas nasional dengan semangat sepak bola global.

Empat tahun kemudian, Piala Dunia 2002 yang digelar bersama oleh Korea Selatan dan Jepang menampilkan konsep yang jauh berbeda. Ato, Kaz, dan Nik, tiga karakter digital dari dunia fiksi yang disebut "The Spheriks", menjadi maskot yang mewakili masa depan. Mereka memainkan olahraga imajinatif bernama Atmoball, menjauh dari representasi tradisional manusia atau hewan. Meskipun sempat menuai kritik, kehadiran trio ini dipandang sebagai gebrakan kreatif dalam dunia pemasaran olahraga.

Pada tahun 2006, Jerman memilih jalur yang lebih akrab dengan menghadirkan Goleo VI, seekor singa antropomorfik yang selalu ditemani bola bicara bernama Pille. Goleo tampil hangat dan menyenangkan, namun juga menuai kontroversi karena tidak mengenakan celana. Meski begitu, maskot ini tetap populer, terutama di kalangan anak-anak.

Empat tahun berselang, giliran Afrika Selatan memperkenalkan Zakumi, seekor macan tutul dengan rambut hijau cerah. Sosok ini merepresentasikan semangat muda, dengan warna tubuh yang mewakili bendera nasional. Nama "Zakumi" berasal dari singkatan kode negara (ZA) dan angka "kumi" yang berarti sepuluh dalam bahasa Swahili, menandai tahun penyelenggaraan turnamen.

Brasil sebagai tuan rumah tahun 2014 menghadirkan Fuleco, seekor armadillo yang menggabungkan pesan lingkungan dan cinta terhadap sepak bola. Namanya berasal dari kata "futebol" dan "ecologia", menggambarkan misi ekologis yang diusung melalui maskot ini. Hewan ini dipilih karena keberadaannya yang langka di Brasil dan menjadi simbol pelestarian alam.

Pada Piala Dunia 2018 di Rusia, muncul Zabivaka, seekor serigala bergaya sporty dan penuh percaya diri. Dibuat oleh seorang mahasiswa lokal, Zabivaka terpilih melalui jajak pendapat publik dan segera menjadi favorit berkat tampilannya yang modern dan penuh energi. Namanya sendiri bermakna “pencetak gol” dalam bahasa Rusia.

Kemudian, edisi 2022 di Qatar memperkenalkan maskot yang tak biasa, yaitu La’eeb. Berbentuk seperti ghutra (penutup kepala tradisional Arab), karakter ini tampak melayang dan tampil tanpa bentuk tubuh yang jelas.

Nama La’eeb diambil dari bahasa Arab yang berarti "pemain berbakat". Keberadaan maskot ini mencerminkan kreativitas dan kekayaan budaya Qatar serta dunia Arab secara keseluruhan.

Melalui ragam desain dan latar belakang budaya, setiap maskot menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Piala Dunia. Mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan dan karakter khas dari tiap edisi turnamen terbesar di dunia ini.