Jakarta, Katakini.com - Dalam dunia sepak bola, kecepatan, kekuatan, dan kemampuan teknis adalah fondasi penting bagi para pemain. Tetapi ada satu musuh besar yang sering menghantui bahkan pemain terbaik sekalipun, yakni cedera.
Beberapa pesepak bola mengalami cedera berulang hingga dijuluki “kaki rapuh” karena tubuh mereka dianggap terlalu rentan. Julukan tersebut bukan sekadar sindiran, banyak di antara mereka yang kariernya tersendat, atau bahkan gagal menggapai puncak meski punya talenta luar biasa.
Ketika Abou Diaby pertama kali bergabung dengan Arsenal, banyak yang melihatnya sebagai penerus Patrick Vieira. Tapi kenyataan berkata lain. Cedera pergelangan kaki yang parah pada 2006 menjadi awal dari mimpi buruk berkepanjangan.
Dalam 10 tahun di Arsenal, Diaby hanya bermain 180 kali, dan hampir separuh waktunya dihabiskan dalam ruang pemulihan. Cedera hamstring, lutut, dan betis silih berganti hingga akhirnya membuatnya pensiun lebih cepat.
Jack Wilshere sempat disebut sebagai `golden boy` Inggris ketika menembus tim utama Arsenal pada usia 16 tahun. Tapi sejak saat itu, tubuhnya terus memberontak. Cedera engkel, lutut, hingga tulang kering terus menghantamnya setiap musim.
Puncaknya, Wilshere sempat absen selama hampir dua musim penuh. Banyak fans Arsenal yang frustrasi, karena ia selalu kembali dengan permainan apik namun tak lama kemudian harus menepi lagi.
Sulit menemukan pemain yang lebih disayangkan ketimbang Marco Reus. Bintang Borussia Dortmund ini dikenal penuh teknik, loyal, dan cerdas dalam bermain. Namun setiap kali turnamen besar tiba, nasib buruk menghampiri.
Reus absen di Piala Dunia 2014, Euro 2016, dan Piala Dunia 2022 karena cedera. Dia sempat mencatatkan lebih dari 40 cedera sepanjang karier profesionalnya. Meski begitu, dia tetap menjadi legenda hidup bagi Dortmund dan dihormati fans Jerman.
Arjen Robben adalah contoh langka pemain `kaki kaca` yang berhasil bangkit dan menaklukkan dunia. Di awal kariernya bersama Chelsea dan Real Madrid, Robben lebih sering duduk di bangku medis. Cedera otot menjadi masalah klasik.
Namun saat bergabung dengan Bayern Munich, Robben mulai menemukan ritme yang lebih stabil. Meski masih dihantui cedera, Robben berhasil mencetak gol di final Liga Champions dan meraih banyak trofi.
Sebagai bek andalan Arsenal, Thomas Vermaelen sempat tampil garang dan menjadi kapten. Tapi cedera demi cedera membuatnya kehilangan konsistensi. Saat bergabung dengan Barcelona, dia nyaris tidak pernah bermain dalam dua musim pertamanya.
Klub bahkan sempat mendapat kritik karena mempertahankan pemain yang tak bisa berdiri tegak selama satu bulan penuh. Meski begitu, Vermaelen tetap menjadi bagian dari skuad juara di berbagai level, meski lebih banyak berperan dari bangku cadangan.