JAKARTA – Peningkatan kualitas pangan menjadi kunci dalam membangun ketahanan gizi masyarakat. Tak cukup hanya tersedia, pangan juga harus bergizi dan aman. Dalam semangat ini, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus memperkuat langkah fortifikasi pangan melalui penyusunan standar nasional, termasuk untuk beras fortifikasi.
Sebagai bagian dari proses tersebut, NFA menggelar Rapat Konsensus Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Beras Fortifikasi pada 21 Mei 2025. Forum ini mempertemukan para pakar, perwakilan kementerian/lembaga, pelaku industri, mitra pembangunan, dan pemangku kepentingan daerah guna menyempurnakan substansi teknis RSNI sebelum masuk ke tahap jajak pendapat dan penetapan.
Salah satu mitra yang hadir adalah World Food Programme (WFP). Kehadiran Jennifer Rosenzweig selaku Country Director WFP untuk Indonesia, mencerminkan dukungan komunitas internasional terhadap upaya penguatan pangan bergizi melalui fortifikasi.
Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, menyatakan bahwa fortifikasi beras merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.
“Fortifikasi pangan adalah strategi penting untuk memperbaiki status gizi masyarakat, dan beras fortifikasi telah menjadi indikator prioritas nasional dalam RPJMN 2025–2029,” ujar Andriko.
Ia menjelaskan, dukungan NFA terhadap program ini dilakukan melalui tiga pendekatan: penyusunan standar, pemberian izin edar, dan pengawasan peredaran. Selain itu, integrasi beras fortifikasi ke dalam program bantuan pangan juga menjadi bagian dari intervensi pemerintah untuk mengurangi kesenjangan gizi di kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
“Distribusi beras fortifikasi difokuskan pada kelompok pengeluaran kuintil pertama dan kedua yang memiliki skor Pola Pangan Harapan (PPH) rendah—bahkan setara dengan kondisi dua dekade lalu,” ungkapnya.
Dalam aspek teknis, Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan NFA, Yusra Egayanti, menyampaikan bahwa penyusunan RSNI dilakukan secara inklusif dan transparan.
“RSNI ini disusun dengan mempertimbangkan mutu, keamanan, serta efektivitas fortifikasi terhadap perbaikan gizi. Partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan sangat menentukan kualitas dan keberterimaan standar ini di lapangan,” tegas Yusra.
Ia menambahkan bahwa RSNI ini nantinya akan menjadi acuan penting, baik untuk pelaku industri dalam memproduksi beras fortifikasi, maupun bagi instansi pemerintah dalam pelaksanaan program bantuan pangan.
Dalam forum tersebut, Andriko juga mencontohkan praktik baik dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang telah menyalurkan bantuan pangan menggunakan beras fortifikasi. Praktik ini dinilai bisa direplikasi daerah lain, termasuk dalam mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digalakkan.
“Keberhasilan program ini menuntut sinergi lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat, daerah, hingga dunia usaha dan mitra pembangunan. Kita perlu bekerja bersama agar standar yang kita rumuskan benar-benar aplikatif dan bermanfaat di lapangan,” tambahnya.
Sementara itu, secara terpisah Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menekankan pentingnya langkah ini sebagai fondasi dalam membangun ekosistem pangan bergizi dan berkelanjutan di Indonesia.
“Ketersediaan pangan saja tidak cukup. Yang kita butuhkan adalah pangan yang mampu menjawab tantangan gizi masyarakat, khususnya kelompok rentan. Standar nasional beras fortifikasi ini akan menjadi pijakan penting untuk intervensi kebijakan yang lebih terarah dan berdampak,” ujar Arief.
Sejak dibentuknya Komite Teknis 67-11 pada November 2023 melalui Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional, NFA telah menetapkan SNI 9314:2024 untuk Kernel Beras Fortifikan pada 10 Desember 2024. Rangkaian penyusunan RSNI Beras Fortifikasi telah melalui dua Rapat Teknis pada April 2025, dan kini memasuki tahap konsensus sebelum ditetapkan sebagai SNI resmi.
NFA menargetkan RSNI ini dapat segera rampung dan ditetapkan, guna mendukung pelaksanaan program pangan bergizi secara nasional.