JAKARTA - Penanganan sisa pangan atau pangan berlebih saat ini telah menjadi isu serius serta memerlukan perhatian berbagai pihak tidak hanya sektor pangan namun juga sektor lainnya seperti pariwisata.
Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Nita Yulianis saat menjadi narasumber pada Forum Jejaring Industri Pariwisata Berkelanjutan di Jakarta, Kamis (15/5/2025) mengajak pelaku pariwisata untuk mengambil peran aktif dalam upaya penanganan sisa pangan pada sektor pariwisata dalam upaya mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
“Indonesia tercatat membuang sampah makanan antara 23 juta hingga 48 juta ton per tahun. Beragam dampak yang muncul dari kondisi tersebut, seperti dampak ekonomi serta dampak emisi gas rumah kaca.” jelas Nita Yulianis.
Akibat besarnya intensitas sampah pangan ini setidaknya dampak kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia.
Badan Pangan Nasional dalam upaya pencegahan dan penanganan sisa pangan, sejak tahun 2022 terus mendorong Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) dengan melibatkan seluruh mitra pentahelix yaitu akademisi, bisnis, masyarakat, pemerintah, dan media massa.
“NFA tidak mungkin sendirian melakukan ini, kami selalu berkolaborasi dengan mitra kerja. Seperti dengan sektor bisnis seperti retail, catering serta perhotelan. Sejak Desember 2022, NFA telah melakukan penandatangan kerjasama dengan 6 asosiasi di bidang retail, perhotelan, restoran, pusat perbelanjaan, industri pangan dan catering serta 3 penggiat pangan atau bank pangan yaitu Foodbank of Indonesia (FOI), FoodCycle Indonesia dan Yayasan Surplus Peduli Pangan. Upaya ini semakin berkembang di daerah melalui dinas pangan baik provinsi maupun kab/kota.” jelas Nita.
Hal tersebut selaras dengan arahan kepala NFA Arief Prasetyo Adi yang dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan bahwa sinergi pentahelix sangat penting untuk menjaga komitmen bersama mengatasi susut dan sisa pangan ini.
“Semua pihak seperti pemerintah dan pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, distributor, ritel, hotel, restoran, katering, komunitas hingga konsumen akhir serta media, harus berperan aktif dalam upaya mencegah dan mengurangi susut dan sisa pangan” tegas Arief.
Penanganan penyelamatan pangan diprioritaskan pada upaya pencegahan, setelah itu dilakukan redistribusi makanan dengan mendonasikan pangan berlebih yang masih layak dan aman konsumsi kepada bank pangan atau organisasi penyelamatan pangan untuk didistribusikan kepada para penerima manfaat setelah dipastikan memenuhi keamanan pangan.
“Kolaborasi penyelamatan pangan antara pemerintah, penggiat penyelamatan pangan bersama hotel telah dilakukan dibeberapa tempat, seperti di Jakarta kolaborasi antara SOS dengan Hotel JW Marriot, dan juga di Yogyakarta, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DIY melakukan kolaborasi dengan Hotel Phoenix serta masih banyak lagi,” lanjut Nita.
Beberapa hotel juga telah melakukan sosialisasi mengenai food waste. Di Aston Priority Simatupang Jakarta misalnya, sudah dimulai dengan memberikan literasi kepada tamu yang hadir, untuk mengambil makanan sesuai porsinya. Bahkan hotel JW Marriot merupakan hotel yang mendapatkan apresiasi dari Badan Pangan Nasional sebagai Mitra Kerja Swasta Teraktif dalam Aksi Nyata Penyelamatan Pangan bersama dengan IBCSD dan Superindo pada momen IDAFLW 2024 lalu.
Sementara itu Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa dalam pembukaan menyebutkan terkait food waste management di sektor pariwisata seperti perhotelan harus didorong untuk menciptakan efisiensi dan mengurangi waste.
“Bagaimana kita mengurangi baik waste kelebihan makanan ketika sudah jadi, di hotel ataupun restoran atau bahkan sebelum mereka masak sudah bisa mengefisiensi di dalam pengelolaan bahan bakunya. Ini harus dibuat mekanismenya supaya ini benar-benar efisien nantinya ke depan, jadi bisa mengurangi waste dari makanan baik sebelum maupun setelah diolah” sambut Rizki Handayani.