Berkaca pada Kasus Mayat Bayi di Medan, Ini Dampak Hubungan Inses

M. Habib Saifullah | Rabu, 14/05/2025 14:15 WIB
Berkaca pada Kasus Mayat Bayi di Medan, Ini Dampak Hubungan Inses Polisi menangkap kakak beradik yang diduga pengirim paket mayat bayi lewat driver ojek online (ojol) di Medan, Sumatera Utara (Foto: CNN)

Jakarta, Katakini.com - Hubungan inses, yaitu hubungan seksual antara individu yang memiliki hubungan darah dekat, merupakan praktik yang secara hukum, agama, dan norma sosial dipandang sebagai pelanggaran serius.

Meskipun demikian, sejumlah kasus inses masih kerap terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Belum lama ini terungkap satu kasus yang cukup menggemparkan warga Medan, Sumatera Utara. Seorang driver ojek online (Ojol) bernama Yusuf Ansari menerima pesanan pengiriman barang menggunakan layanan Gosend, yang ternyata berisi mayat bayi.

Setelah ditelusuri, mayat Bayi itu, kata Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, diduga hasil hubungan sedarah atau inses yang dilakukan R (24) dan adiknya NH (21). Keduanya ditangkap di Jalan Selebes, Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.

"R dan NH merupakan abang dan adik. Keduanya ditangkap pada Jumat (9/5/2025) pagi. Bayi itu diduga hasil hubungan terlarang yang dilakukan R dan NH," kata Kombes Pol Gidion saat konferensi pers di Medan.

Namun tahukah kamu bahwa hubungan inces memiliki dampak buruk secara kesehatan terutama bagi si bayi? Simak ulasannya berikut ini.

Hubungan inses terbukti meningkatkan risiko terjadinya kelainan genetik pada keturunan. Hal ini disebabkan oleh kombinasi gen resesif yang kemungkinan besar dimiliki oleh kedua orang tua yang masih memiliki hubungan darah.

Akibatnya, anak-anak hasil hubungan sedarah rentan mengalami gangguan serius seperti cacat lahir, keterbelakangan mental, kelainan sistem saraf, serta kelemahan sistem imun.

Tidak hanya dari sisi kesehatan fisik, inses juga memberikan dampak psikologis yang sangat merusak, terutama bagi korban yang umumnya adalah perempuan dan berada dalam posisi subordinat.

Selain itu, hubungan inses sering kali berujung pada konflik keluarga dan keterasingan sosial. Korban maupun anak hasil hubungan inses bisa menjadi sasaran stigma yang membuat mereka terkucil dari masyarakat.

Secara hukum, praktik inses di Indonesia dikategorikan sebagai tindak pidana berat yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Pelaku dapat dikenakan hukuman penjara yang berat, apalagi jika korbannya adalah anak di bawah umur.

Kitab Undang-undang Hukum Pindana (KUHP) yang berlaku di Indonesia menyebutkan ancaman hukuman bagi pelaku inses. Aturan ini tercantum pada Pasal 294 ayat 1 KUHP.

Pasal itu berbunyi: "Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau orang yang belum dewasa dalam pemeliharaannya, pendidikan dan penjagaannya dianya yang belum dewasa, diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun".