• Sport

Persib Dipastikan Juara, Pengamat: Liga I Indonesia Belum Kompetitif, Harus Berbenah

Aliyudin Sofyan | Rabu, 07/05/2025 23:40 WIB
Persib Dipastikan Juara, Pengamat: Liga I Indonesia Belum Kompetitif, Harus Berbenah Pengamat sepak bola, Frans Immanuel Saragih. Foto: dok. katakini

JAKARTA – Persib Bandung sudah dipastikan menjadi juara Liga 1 Indonesia musim ini, meskipun kompetisi baru selesai beberapa pekan ke depan.

Persib Bandung mencatatkan dirinya sebagai Klub yang paling banyak menjuarai Liga Profesional Indonesia bersama Persipura Jayapura yaitu masing masing 4 kali.

Liga profesional Indonesia dimulai sejak berakhirnya Kompetisi Perserikatan dan Galatama di Tanah Air, dimana semua klub di Perserikatan dan Galatama meleburkan dirinya dibawah satu kompetisi yang kita kenal saat ini dengan nama Liga Indonesia, dimana sama seperti negara negara lain ada Liga 1 ( utama ) Liga 2, Liga 3 bahkan Liga 4. Mungkin di negara lain dengan nama kompetisi yang berbeda.

Pengamat Sepakbola dan juga pendiri Rakyat Sepakbola Indonesia (RSI ) Frans Immanuel Saragih dalam wawancara singkat menyampaikan selamat untuk Persib Bandung menjadi juara Liga 1.

Persib menurutnya merupakan klub legendaris yang sampai dengan saat ini masih mampu bersaing di level tertinggi di kompetisi Indonesia.

“Memang masih ada seperti Persija tapi Persib Bandung lebih banyak memenangkan kompetisi,” ujar Frans di Jakarta, Rabu (8/5/2025).

Meskipun demikian, Frans melihat Liga Indonesia masih meninggalkan banyak masalah dalam dunia sepakbola nasional. Padahal olahraga sepakbola merupakan olahraga terpopuler dan diminati seluruh lapisan masyarakat tanah air.

“Dan sebelum Indonesia merdeka sudah tumbuh klub klub sepakbola di tanah air, seperti BIVB Bandung, VIJ Jakarta, SIVB Surabaya dan lain lain. Secara historis membuktikan kompetisi sepakbola sudah sangat lama muncul di tanah air, bahkan pada masa kolonial. Lantas prestasinya apa saat ini?” ujar Frans.

Menurutnya, klub klub yang menjadi juara di Liga Indonesia belum mampu bersaing dan berbicara banyak di kompetisi Asia. “Kita tidak usah berbicara juara, masuk ke babak 16 besar saja sulit,” kata Frans.

Memang, lanjut Frabs, ada klub yang bahkan mampu menyentuh babak semifinal kompetisi Asia, seperti Kramayudha Tiga Berlian tahun 1985, Pelita Jaya tahun 1991, Persipura Jayapura tahun 2014 di Piala AFC mampu ke 1/4 final.

Tetapi dari rentang rentang waktu tersebut terlihat jarak yang sangat panjang, sebagai negara maniak sepakbola minimal setiap tahun klub Indonesia itu harus mampu berbicara banyak, minimal lolos ke babak 16 besar Asia di berbagai kompetisi Asia.

“Ini seakan timbul tenggelam. Padahal dari sisi bisnis apabila bermain di Indonesia dapat dipastikan akan menjadi lautan manusia di stadion pertandingan saat melawan klub Asia lainnya. Karena para supporter kita sangat haus akan pertandingan sepakbola yang kompetitif,” tutur Frans.

Disamping itu, kata Frans, masih adanya klub yang bermasalah pada pembayaran gaji pemain. Apalagi kalau itu dialami oleh pemain asing.

“Coba anda bayangkan bagaimana pemain-pemain mancanegara akan datang kalau klub kita sendiri bermasalah dengan gaji. Ini akan menjadi perbincangan di pesepakbola asing,” tegas Frans.

“Bahkan pesepakbola timnas kita beberapa memilih bermain di negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Kenapa mereka tidak memilih Indonesia? Tentu alasannya selain lebih kompetitif, tentu lebih menjanjikan bermain di kompetisi asing untuk peningkatan karir mereka,” imbuhnya.

Di luar Liga 1 seperti liga 2 dan 3 juga masih menyisakan beberapa pekerjaan rumah, seperti sarana dan prasarana lapangan yang belum memadai sebagai klub professional. Juga adanya keributan saat pertandingan berlangsung atau di akhir pertandingan.

Hal ini menurut Frans, juga mengakibatkan kurangnya daya tarik, bahkan penonton juga cenderung kurang antusias melihat pertandingan liga 2 dan liga 3. Sangat berbeda dengan liga 1.

Hal hal seperti inilah yang perlu di evaluasi oleh PSSI dan penyelenggara Liga, termasuk juga sponsor-sponsor utama, agar menghidupkan liga-liga di Indonesia.

“Perlu diingat saat ini adalah zaman teknologi, jadi sudah harus dipikirkan juga penggunaan tekhnologi baik di dalam maupun di luar lapangan agar kompetisi ini menjadi menarik dan selalu diminati, sehingga mampu menarik pesekbola internasional yang memiliki kelas minimal "B" untuk berkompetisi di Indonesia,” kata Frans.

Semua itu memang perlu kerja keras semua pihak. “Kita bersyukur Ketum PSSI Erick Thohir adalah orang sepakbola, dan jiwanya ada di dunia sepakbola. Jadi ini harus kita manfaatkan pengalaman dia untuk memajukan sepakbola. Karena dunia sepakbola kita maju maka prestasi akan kita peroleh, dan juga sepakbola merupakan ladang bisnis yang menjanjikan apabila dikelola benar benar secara professional,” tutup Frans.