JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Kholid menegaskan pentingnya bagi pemerintah Indonesia untuk merumuskan kebijakan ekonomi secara terukur dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional.
“Kita menginginkan agar setiap kebijakan yang diambil pemerintah dalam menghadapi dinamika ekonomi global benar-benar mempertimbangkan kepentingan nasional. Ini penting agar stabilitas ekonomi domestik tetap terjaga,” ujar Kholid dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (20/4/2025).
Salah satu sektor yang menjadi perhatian Kholid adalah kebijakan impor. Ia menegaskan bahwa regulasi impor harus dijalankan secara selektif agar tidak melemahkan industri dalam negeri.
“Tidak semua sektor harus dibuka untuk impor. Kita harus selektif, terutama dalam memilih sektor-sektor yang justru bisa mendukung dan mendorong kinerja industri ekspor nasional. Jadi impor boleh, tapi harus yang mendukung penguatan industri ekspor kita,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Kholid juga menekankan pentingnya peningkatan penerimaan perpajakan secara signifikan. Menurutnya, peningkatan pendapatan negara dari sektor perpajakan sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan yang lebih ekspansif ke depan.
“Dengan tantangan pembangunan ke depan yang semakin besar, kita membutuhkan dorongan fiskal yang kuat. Oleh karena itu, penerimaan perpajakan harus terus ditingkatkan secara signifikan,” tutupnya.
Diketahui, Pemerintah Indonesia menawarkan untuk menaikkan impor dari Amerika Serikat demi menurunkan tarif yang dikenakan Presiden AS Donald Trump pada produk-produk Indonesia. Impor LPG, minyak mentah, dan bahan bakar minyak akan dinaikkan supaya neraca perdagangan dengan AS seimbang.
“Impor tambahan dari AS dalam rangka membuat keseimbangan neraca perdagangan kita,” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu.
Bahlil menuturkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus Indonesia atas AS sekitar 14,5 miliar dollar AS. “Tapi kemudian dalam pencatatan di Amerika, kan, berbeda. Itu lebih dari 14,5 (miliar dollar AS),” ujarnya.
Surplus perdagangan Indonesia, menurut Pemerintah AS, mencapai 18,5 miliar dollar AS. Oleh karena itu, produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS dikenai tarif 32 persen.