JAKARTA - Setelah 15 bulan alami peristiwa genosida, ratusan ribu warga Palestina kembali ke Gaza utara sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Pada Senin pagi (27/1/2025), warga Palestina – yang berdesakan bersama, memegang barang-barang mereka dalam karung dan kantong plastik – mulai berjalan kaki ke utara melalui apa yang disebut Koridor Netzarim.
Militer Israel pada hari Senin sebelumnya mengatakan mereka akan mengizinkan warga Palestina menyeberangi Jalan al-Rashid dengan berjalan kaki mulai pukul 7 pagi (05:00 GMT) dan Jalan Salah al-Din dengan kendaraan mulai pukul 9 pagi (07:00 GMT).
"Saya akan mulai membangun kembali rumah saya – bata demi bata, dinding demi dinding," kata seorang warga Palestina yang terusir paksa kepada Al Jazeera.
"Kami akan mulai dengan menyingkirkan puing-puing dan membangunnya kembali."
Hani Mahmoud dari Al Jazeera, melaporkan dari Gaza, mengatakan ada “rasa kegembiraan dan kebahagiaan meningkat” setelah Israel mengumumkan waktu bagi warga untuk kembali ke rumah di utara.
"Kami melihat perubahan suasana hati setiap orang. Kami belum pernah melihat orang sebahagia itu dalam 15 bulan terakhir," katanya.
“Orang-orang menggambarkan momen ini sebagai momen bersejarah. Mereka mengatakan bahwa momen ini sama pentingnya dengan pengumuman gencatan senjata. Bagi mereka, ini adalah hari kemenangan.”
Hamas menyebut pemulangan tersebut sebagai “kemenangan” bagi Palestina, sementara sekutunya, Jihad Islam Palestina, mengatakan hal tersebut merupakan “respons bagi semua orang yang bermimpi menggusur rakyat kami”.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan bahwa warga Palestina yang kembali ke daerah asal mereka yang diusir secara paksa menegaskan hubungan mereka dengan tanah mereka dan sekali lagi “membuktikan kegagalan pendudukan untuk mencapai tujuan agresif menggusur orang-orang dan mematahkan tekad teguh mereka”.
Pada awal perang, Israel telah secara paksa mengevakuasi sekitar 1,1 juta orang dari Gaza utara untuk mempersiapkan invasi darat.
Pada hari Minggu (26/1/2025), pasukan Israel telah menghalangi warga sipil Palestina mendekati Persimpangan Netzarim, menembaki kerumunan massa beberapa kali dan menewaskan sedikitnya dua warga Palestina, menurut sumber medis.
Pawai ke utara itu dilakukan setelah Qatar mengumumkan bahwa kelompok Palestina Hamas telah setuju untuk membebaskan tawanan perempuan Israel Arbel Yehud dan dua orang lainnya pada hari Jumat (24/1/2025).
Qatar juga memberikan informasi tentang kondisi tawanan yang akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata, yang disepakati pada tanggal 19 Januari.
Israel telah menunda pembukaan Koridor Netzarim, yang awalnya dijadwalkan pada akhir pekan, karena pembebasan Yehud.
Hamas menuduh Israel melanggar perjanjian gencatan senjata meskipun kelompok itu memberi tahu mediator bahwa dia masih hidup dan memberikan semua jaminan yang diperlukan untuk pembebasannya.
Namun, pada Senin dini hari, Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan bahwa Hamas telah setuju untuk membebaskan Yehud dan dua tawanan lainnya sebelum hari Jumat.
`Tanda kecil yang menjanjikan`
Omar Baddar, mantan wakil direktur Institut Arab Amerika, mengatakan dia sangat optimis mengenai kembalinya warga Palestina ke rumah mereka di Gaza utara.
"Tidak diragukan lagi bahwa Israel berambisi untuk menguasai Gaza utara. Itulah sebagian alasan mengapa mereka menghancurkannya dan mengusir penduduk dari daerah itu," kata Baddar.
"Jadi, meskipun ini merupakan tanda kecil yang menjanjikan – bahwa mereka akan mengizinkan orang-orang untuk kembali dalam perjanjian ini – mereka mengizinkan mereka untuk kembali ke daerah yang benar-benar hancur. Tidak ada indikasi bahwa mereka akan mengizinkan mereka untuk membangun kembali rumah mereka di daerah itu," katanya.
Genosida Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 47.306 warga Palestina dan melukai 111.483 orang sejak 7 Oktober 2023. Sedikitnya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.
Penduduk Palestina di daerah kantong itu mengatakan jumlah korban tewas sebenarnya selama 15 bulan serangan udara dan darat Israel yang tiada henti bisa jauh lebih tinggi saat mereka menggali mayat-mayat dari reruntuhan.
Serangan Israel menyebabkan sekitar 90 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi, sebagian terpaksa pindah beberapa kali. (*)